Quantcast
Channel: entrepreneur KREATIF
Viewing all 390 articles
Browse latest View live

#CelotehUrban (WHEN MR.SARUNG MET MS.DASTER)

$
0
0
When Mr. Sarung Met Ms. Daster

Sabtu, 2 Juni 2012
09.45 am

Facebook is our voice. Twitter is our friend. Google is our brain.  Website is our home. YouTube is our mother, because from ‘her’, we are born to be a star…
-nama pengarang kalimat diatas masih dalam penyelidikan-

Hare gene sulit dibayangkan kita bisa hidup tanpa kehadiran internet. Tulisan diatas-diakui atau tidak-merupakan bagian keseharian hidup kita. Orang semakin tidak butuh kantor dan jam kerja yang mengikat ala 9 to 5 (kalo di Pontianak biasanya 8 to 5), karena dengan internet, kita dapat berkantor dimana saja, termasuk di media sosial. Mungkin ke depan, orang tidak lagi mengenal istilah ‘pindah rumah’ yang ribetnya Naudzubillah itu, tapi berganti dengan acara ‘pindah website’. Wuis, keren, sob!
Beberapa waktu lalu, Harian Pontianak Post memuat berita tentang trend warkop-preneur alias para pekerja profesional dan pengusaha yang menjadikan warung kopi sebagai kantornya. Di warkop yang tersebar di daerah China town Pontianak seperti Gajahmada dan Tanjungpura itulah, mereka berkantor, bertemu klien, bertransaksi, menghitung uang, menawarkan batu antik, dan kegiatan lainnya, sambil minum kopi dan memesan nasi bungkus atau nasi Padang yang jualan didekat warkop untuk mengganjal perut. Tak heran bila Walikota Pontianak menjadikan kawasan Gajahmada dan Tanjungpura sebagai wisatacoffee street, terutama di malam hari.
Kemajuan internet juga membawa para pria untuk kembali ke rumah, menjadi bapak rumah tangga sejati. Salah satu contohnya adalah seorang editor film terkenal, Cesa David Luckmansyah yang sehari-hari bekerja dirumah mengedit film. Cesa terkenal dan menyabet piala Citra berkat hasil editannya di film Sang Penari. Selain itu, film hasil editannya yang lain adalah Negeri 5 Menara, Tanda Tanya (?), Hysteria, dll. Dalam wawancara dengan sebuah stasiun tivi di acara Jendela Rumah, ia mengungkapkan betapa rumahnya mempunyai arti yang sangat penting. Saya dapat berperan sebagai pemimpin tim di lantai atas, yang memimpin dan mengarahkan tim saya, turun ke bawah, saya menjadi pemimpin bagi istri dan anak saya. So simple. Dia juga mengatakan: kalo lagi stres atau letih mengedit film di lantai atas, saya turun ke bawah, nonton film (dari DVD).

Mungkin beberapa tahun lagi, kita tidak asing dengan percakapan dibawah ini:
(setting:cowok dan cewek alay lagi chatting di Facebook jam 07.00 pagi)

Cowok: hi there, lagi ngapain? Udah mandi belom?
Cewek: gue masih pake daster nih, baru bangun tidur. Elo?
Cowok: sama, masih pake sarung. Belom gosok gigi. Nih lagi buat kopi instan. Mau?
Cewek : Yaelah..emang bisa?
Cowok : ntar aku kirim pake instagram ya. eh, aku barusan bikin blog nih, main-main dong ke rumahku
Cewek : alamatnya?
Cowok : (memberikan alamat ‘rumah’nya)
Cewek : wow, cool! Keren banget disain interior rumah lo (sambil berkunjung ke ‘rumah’ si cowok)
Cowok : eh, hari ini gue ama teman-teman janjian ngumpul bareng di Skype, ikutan?
Cewek : sori, sob. Nggak bisa. Aku mesti bantu Emak mengukus daging buaya.
Cowok: Hah?! Serius lo??
eowek : ya iyalah. Barusan tadi subuh aku sama Bapak nangkap anak buaya di sungai.
Cowok : gokil abiz. mau dong liat? Pleasee.. (gaya alay norak)
Cewek: ntar ya, I’ll send by YouTube aja biar kamu puas liatnya.
Percakapan berakhir.

Karena alasan kesibukan dan waktu yang semakin terkorupsi, orang tidak lagi sempat menghabiskan waktu berduaan untuk sekedar mojok di bioskop yang gelap. Film animasi made in Hollywood berjudul Robots (atau i-Robot gitu deh. Lupa soalnya) telah meramalkan itu. Saya membayangkan, nanti barangkali ada pernikahan via Skype, dimana pengantin pria yaitu seorang New Yorker asal Condet, Indonesia, berada di Amerika Serikat sambil pake sarung dan kaos putih polos, sedang  pengantin wanitanya asal Desa Sepok Laut, Indonesia, yang lagi asyik nunggang induk buaya, tentu saja memakai daster. Wali nikahnya didatangkan langsung dari Arab Saudi sana. Tentu saja dengan biaya super irit, karena via Skype. Yihaa..!!



KUPAHAT PUISIKU DI BATU NISAN

$
0
0
KUPAHAT PUISIKU DI BATU NISAN
Vivi Al-Hinduan

Homer, Rendra, Camus, dan Nietzsche,
Dengarlah tangisku yang parau
Yang keluar dari hatiku yang galau

Hari ini, telah kukafankan puisiku yang malang
Karena ku tak mampu lagi menghangatkannya di ranjang kenyataan

Neruda, Lubis, Rumi, dan Kafka,
Telah kupahat puisiku di batu nisan
Karena hidup lebih memilih duit dan kartu kredit
Dan melenyapkan puisiku hingga senyap
Selamat tinggal, Kawan

DALAM KEREMANGAN YANG GAMANG
Vivi Al-Hinduan


Ingin rasanya kukepakkan kedua sayapku dan terbang jauh
Lari dari dunia nyata ke alam mimpi
Dimana cinta kita dapat tumbuh bersemi
Tanpa peduli dengan nisbinya materi

Di dunia mimpi, aku pasti sudah menikahi seorang penyair,
Atau musisi jazz, atau pelukis, atau pemain teater,
Atau seorang lelaki…
Yang memahat cinta dengan api

Tapi kita tidak hidup di negeri dongeng bukan, sayangku yang tampan?
Kita tersesat di planet bernama realita yang berdasar fakta
Dimana cinta diukur dengan Rupiah

Dan puisi indahmu hanya berakhir di tempat sampah,
Dan musikmu hanya mengalun sendu di sudut hatiku yang kelu,
Ketika  harga lukisanmu tak mampu membeli susu formula bayi,
Ketika  mimpi indah kita telah terkorupsi hingga basi

Maka ijinkanlah aku menyematkan hatiku pada gemintang
Dalam keremangan yang gamang
Dengan jiwaku yang tertusuk ilalang

CPNS : CERITA PENDEK NAMUN SEKSI

$
0
0
PEREMPUAN PUNYA CERITA

CERITA 1
Seorang perempuan meng-SMS pacarnya,
Perempuan: Yang, kamu dimana sekarang?
Pacarnya: aku lagi ngobrol bareng teman-teman di Twitter nih, sini dong, beib! Seru banget.
Perempuan : haduh,sori deh. Aku nggak bisa ninggalin Facebook ku nih.
Pacarnya : yawda deh..eh, ntar malem ketemuan yuk? Kangen.
Perempuan : Boleh. Dimana?
Pacarnya : Yahoo Messenger aja ya? Sekalian aku mo ngajakin kamu jalan2 ke blog baruku. Bisa?
Perempuan : siip! Mo dibawain apa ntar malem?
Pacarnya:  Mmm..gimana kalo sebungkus Flickr dan sekaleng Youtube?

CERITA 2
Seorang istri yang sedang menyusui bayinya merasa risih karena suaminya terus2an melihatnya sambil tersenyum genit.
“ Kenapa, Pa?”, tanya istrinya.
“ Mama, ASI-nya jangan dihabisin semua ya? Sisain buat Papa dong,dikiit aja.”
Dengan kesal istrinya menyahut,
“ Papa boleh minum kalo nanti ASI-nya Mama udah berubah jadi Coca-Cola.”



CERITA 3
Seorang perempuan aktivis parpol mendatangi praktek aborsi ilegal. Beberapa wartawan yang membuntutinya sejak tadi langsung berebut mewawancarainya.
“ Mo ngapain, Mbak?”
“ Men-diskualifikasikan kandungan saya.”
“Kenapa emang?”
“ saya barusan pecah kongsi sama pacar. “
“ Kok tega sih mo digugurin?”
“ Habisnya saya kesal. Masak dia walk-out begitu aja setelah menghamili saya. Karena kami nggak mencapai mufakat tentang rencana aborsi ini, terpaksa kita berdua pake suara terbanyak. Saya yang menang karena dibantu persetujuan dari janin di dalam kandungan saya.”

CPNS: CERITA PENDEK NAMUN SEKSI (2)

$
0
0
BERHENTILAH  SEJENAK
Saya bersyukur masih hidup hingga detik ini sehingga bisa membagi sedikit tulisan buat teman-teman tentang pentingnya ‘berhenti sejenak’ yang datang dari dua narasumber dan dua sudut pandang yang berbeda. Subuh hari saya mendengar di radio Mujahiddin Pontianak ceramah Aa Gym tentang 7 Hikmah Sholat, salah satunya adalah tuma’ninah atau berhenti sejenak. Dengan tuma’ninah, kita akan tenang dan tertib mengerjakan sholat, tidak terburu-buru. Dengan tuma’ninah, kita menghadirkan diri kita seutuhnya, bukan hanya sekedar melakukan ritual secara fisik semata, tapi pikiran kita melayang entah kemana. Kita juga lebih konsentrasi dalam mengerjakan sholat dan diharapkan juga berdampak pada kehidupan kita sehari-hari diluar sholat.
Jam 7-9 paginya, saya sudah menyiapkan buku tulis dan pena untuk belajar gratis dari Tung Desem Waringin di Smart FM. Ternyata beliau juga membahas pentingnya kita berhenti sejenak, tentu saja dari sudut pandang bisnis dan motivasi. Pak TDW mengatakan, dengan berhenti sejenak untuk memahami orang lain dengan sudut pandang yang berbeda, kita dapat membuat lawan menjadi kawan. Pun kita dapat memahami kenapa seseorang melakukan/ mengatakan sesuatu yang barangkali menurut kita tidak pantas. Kita dapat lebih objektif memahami orang lain dan tidak serta merta menghakimi orang.
Saya pribadi sangat mengapresisi teman-teman kita yang beragama Hindu, dimana mereka setiap tahun merayakan Nyepi. Nyepi berfungsi untuk mengambil jarak sejenak dari kemilaunya dunia. Dengan menyepi, kita dapat meninjau kembali posisi Tuhan dalam diri kita. Apakah Tuhan itu msih ada didalam diri, atau sudah hilang entah kemana. Dengan menyepi, kita akan berhenti sejenak dari kesibukan dan bertanya pada diri sendiri: Apa sesungguhnya peranku dalam hidup ini? Apa misi yang ingin kucapai dalam hidup melalui peran tersebut? Jika kita kebetulan ‘berperan’ sebagai seorang guru, guru seperti apa yang ingin kita perankan dalam hidup ini?
Dengan tuma’ninah, sesorang menjadi sadar bahwa bergelimang harta bukanlah tujuan akhir hidupnya, tapi hanya tujuan antara. Stephen Covey menulis dalam bukunya, The 7th Habits for Highly Effective People, salah satu dari kebiasaan efektif adalah begin with the end in mind. Mulailah dengan tujuan akhir dalam hidup kita,bahkan sebelum memulai langkah awal. Dan itu dapat kita temukan dengan melakukan tuma’ninah. Begitu pentingnya tuma’ninah ini, sampai ada sebuah humor dari Amerika sana yang berbunyi: jika kau merasa hidup ini berjalan terlalu cepat, berhentilah sejenak di kantor pos #Yihaa..!!
Salam CPNS,
Tak Perlu Menangisi Ironi, Tapi Parodikanlah Tragedi 

CPNS: CERITA PENDEK NAMUN SEKSI (3)

$
0
0
MIMPI

Aku suka sekali bermimpi. karena dalam mimpi, kita bisa menjadi apa & siapa saja yg kita inginkan. seperti malam itu, aku bermimpi menjadi seorang penyiar radio yg sudah 7 tahun tidak pernah naik gaji.bangun tidur, aku bermimpi-mungkin lebih tepatnya menghayal-pelesiran ke luar negri sebulan penuh dengan menggunakan uang rakyat. sungguh nikmat tiada tara kurasakan, meskipun hanya dalam hayalan.

kalo pelesiran ke luar negri dgn uang rakyat itu kuberi judul, mungkin judul yg tepat adalah Bukan Jalan-Jalan Biasa. karena pelesiran seenaknya ke luar negri dengan menggunakan uang rakyat, tanpa ada manfaat sedikitpun bagi rakyat, tentulah bukan sekedar jalan-jalan biasa

Salam CPNS

#CelotehUrban : KALI ANYAR

$
0
0
Kali Anyar, Tambora
Bayangkan jika anda berada diantara sekitar 31.322 kepala (jumlah yang pasti akan terus bertambah hingga wadah penampungnya pecah) yang berjejalan menghuni satu kelurahan. Jumlah itu belum termasuk para penghuni kontrakan dan kost-kostan yang tidak punya KTP DKI. Kelurahan Kali Anyar berada di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Jumlah penduduk Kali Anyar pada tahun 2010 saja sebanyak 24.651 orang dan membengkak di tahun 2012 menjadi 31.322. Sedangkan Kecamatan Tambora merupakan kecamatan terpadat se-Asia Tenggara (Pos Kota bahkan mengatakan terpadat se-Asia), dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 213.677 jiwa dan mencapai 277.606jiwa di semester pertama 2012 ini. Jumlah yang sama dengan separuh penduduk kota asal saya, Pontianak, yang sekitar 500.000 jiwa. Maka jangan heran jika Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan kepadatan penduduk nomor satu di dunia. Kepadatan penduduk Jakarta pada 2010 saja sudah mencapai 12.992 jiwa per kilometer persegi. Busyeng!

Masih ada lagi satu prestasi Tambora yang tak dapat disaingi kecamatan manapun se-Asia Pasifik. Predikat kecamatan yang paling banyak RW kumuhnya masih dimiliki Kecamatan Tambora sebanyak 35 RW, dari 95 RW yang masuk kategori kumuh, yang ada di wilayah Jakarta Barat. Dari 95 RW kumuh di seluruh Jakarta Barat itu,  pembagian kasta untuk RW kumuh itu sebagai berikut: 19 RW kumuh sangat ringan, 18 RW kumuh ringan, 48 RW kumuh sedang, dan 10 RW kumuh berat. Ruarr biasa!
Harian Sinar Harapan pernah memuat judul : Kali Anyar, Pemukiman Tanpa Toilet. Warga di sana menjalani hidup tanpa toilet dengan rumah yang sangat kecil dan minim penerangan. Salah satunya penghuninya adalah Sadiyah. Nenek renta itu tinggal di RT 02/05, Kelurahan Kalianyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Tidak ada lagi ruang tamu di rumah itu. Bahkan, sekadar tempat duduk hanyalah sebuah mimpi bagi Sadiyah. Tidak berlebihan jika rasanya tatkala kita berkunjung ke sana dan tidak melihat toilet sebagaimana layaknya sebuah rumah. Memasuki rumah Sadiyah, wartawan Sinar Harapan terlebih dahulu melewati sebuah gang kecil yang hanya berukuran satu badan manusia. Jangan harap dapat menghirup udara segar di gang sempit yang bau itu. Sinar matahari saja tidak mampu menembus kegelapan gang kecil itu.

Di sekitar rumah itu yang terlihat hanya sebuah kompor, lemari, dan kasur gulung. “Kalau malam tempat ini menjadi kamar tidur anak perempuan saya. Dia tidur ngampar pakai kasur gulung, sedangkan satu anak laki-laki saya memilih tidur di luar rumah di musala atau rumah temannya karena nggak tahan di rumah sempit dan gerah,” katanya kepada wartawan Sinar Harapan.
Rumah bertingkat yang saling berhadapan itu atapnya hanya berlembarkan tripleks. Seng saling bertemu dan bertabrakan sehingga menutup laju sinar matahari ke dalam gang. Demi mendapatkan air bersih, dia mengaku harus membelinya Rp 3.000 per 30 menit keran air terbuka. Kalau ingin buang air besar, Sadiyah dan hampir sebagian besar warga RT 02 RW 05 dan warga RT 03 RW 05 mengaku menggunakan fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus) umum yang terletak beberapa belas meter dari rumah mereka.
Dia juga mengaku, mencuci baju dan piring dilakukannya di depan gang bersapa warga lainnya. Karena itu ketika sedang melakukan aktivitas tersebut, gang ditutup sementara agar orang tidak bisa melintas. Suami Sadiyah bekerja serabutan di pabrik roti di daerah Tomang, Jakarta Barat, dengan penghasilan Rp 25.000 per hari. Ketika ditanya apa yang dia bisa lakukan dengan penghasilan itu, Sadiyah menjawab singkat: baginya rahmat Tuhan adalah segalanya. Uang itu cukup tidak cukup harus bisa memberi makan ketiga anaknya yang masih tinggal bersama.
Pengakuan Sadiyah pun didukung Sudarsono, warga sekitar. Dia mengatakan, sudah menjadi hal yang lumrah di kelurahan tersebut rumah berukuran 5 x 2 meter dijejali oleh tiga bahkan sampai lima kepala keluarga hingga mencapai 13 sampai 15 orang yang tinggal di dalamnya. Bahkan, masih banyak pula warga yang buang air besar di pinggir selokan air di dalam gang. ”Anak kecil di sini masih banyak yang buang air besar di pinggir got. Maklum, rata-rata rumah belum memiliki toilet,” katanya.
Lurah Kalianyar, Kuswanto H mengatakan, dari sekitar 4.000 rumah tinggal yang terdapat di Kalianyar, 50 persennya belum memiliki toilet. Warga terpaksa memakai toilet umum ketika buang air besar. Sisanya warga juga memaksakan rumahnya yang sempit untuk dijadikan toilet. “Kalau dihitung bisa mencapai 2.000 rumah tidak punya toilet. Selain itu, banyak juga rumah lantai dua yang lantai satunya dijadikan toilet, sementara mereka tidur di lantai dua,” ujarnya.
Ia pernah mengimbau Pemerintah Kota Jakarta Barat maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar dibuatkan toilet umum di daerah tersebut. Sulitnya toilet di tempat tersebut belakangan menjadi peluang orang berduit untuk membangun toilet umum. Pengusaha toilet umum yang terdapat di Kalianyar terdapat belasan pengusaha. Omzet mereka bisa mencapai ratusan ribu per hari mengingat banyaknya warga yang tidak punya toilet.
Tambora, Jakarta Barat
Masyarakat Tambora, punya karakter hidup sendiri. Kebanyakan dari penduduk di sana hidup dengan mengedepankan otot mereka. Mereka bekerja sebagai petugas keamanan, juru parkir, centeng, anggota kepemudaan, hingga penjahat jalanan seperti penodong maupun pengedar narkotika dan kupon judi toto. Ada juga yang sedikit bergengsi cara mereka mencari makan, menjadi buruh jahit di industri konveksi.
“Pemuda-pemuda di sini kalau enggak jaga lapak pasar malam, ya main judi, paling bagusbanget ya ngojek,” kata Heri (24), pemuda setempat kepada Yustisi.com.
Meski demikian, kata Heri, pencurian, perampokan, penodongan, peredaran narkotika, hingga perjudian biasanya juga menjadi jalan pintas bagi mereka yang tidak bekerja. Banyaknya industri konveksi disitu, kata Heri, tidak semuanya menyerap pekerja setempat, karena pengusahanya memilih pekerjakan karyawan dari daerah lain.
“Kami-kami di sini ya luntang-lantung ajah,” kata dia.
Tak heran jika penganggur ini pun nekat mencari duit dengan kekejaman jalanan. Mereka menjambret, menodong, mencuri di beberapa titik potensial seperti  Jembatan Dua, Duri Selatan, Duri Utara, dan Angke.
Kalau Duri Utara terkenal judinya. Di situ banyak yang berjudi di pinggir rel kereta. Di Angke, penganggur ini jadi juru parkir di pasar malam. Bagi orang yang ahli todong memilih Jembatan Dua sebagai ladang hidupnya. Di sisi rel kereta Duri Utara dan Duri Selatan, segerombolan anak-anak muda sedang mabuk konsumsi lem perekat yang mereka hirup alias ngelem. Di situ, juga berkumpul segerombolan orang mulai anak-anak hingga orang dewasa berjudi koprok dan qiu qiu.
“Usai ngelem kita jadi pemberani Mas. Mau ngapain aja kagak takut lagi,” ujar pemuda bertubuh ceking berambut gondorong ini.
Apa yang anda rasakan setelah membaca tulisan diatas? Jika anda masih sulit bersyukur dengan kondisi anda saat ini ( pengangguran, uang jajan kurang, mengancam ingin berhenti sekolah karena ortu belum mampu membelikan smartphone model terbaru, masih naik angkot kemana-mana, atap rumah bocor, kamar tidur sempit, belum mampu beli AC, WC dirumah tidak sewangi WC di Mall,dll) ingatlah selalu, bahwa pasti akan ada orang lain yang ikhlas untuk bertukar nasib dengan anda. Salah satunya, barangkali Nenek Sadiyah.

CPNS: CERITA PENDEK NAMUN SEKSI (4)

$
0
0
CERITA I
RASA (TIDAK) LAYAK
Ini kisah nyata seseorang-sebut saja Pak Said.dia lulusan S1 dan pensiunan PNS Gol IV dgn jabatan terakhir yang lumayan bergengsi, seorang kepala dinas di Pontianak. Pencapaian yang lumayan untuk seorang yang telah yatim sejak usia 12, dan harus membiayai sekolahnya sendiri dengan bekerja lintang-pukang aka tak tentu rudu. Pak said memulai karirnya di pemerintahan sebagai pesuruh, sambil sekolah SMP. Bertahun-tahun dia selalu datang pagi-pagi sekali ke kantor. kebiasaan ini berlanjut terus meskipun dia sudah menjadi seorang kepala dinas.
Mungkin sekilas terlihat kebiasaan ini sangat positif, tapi saya melihatnya dari perspektif yang berbeda. Pak Said yang punya jabatan tinggi itu sehari-hari bergaul dengan teman-teman masa kecilnya yang secara jabatan, pendidikan, dan status social jauh dibawahnya. Dikantor pun, ia tidak bergaul dengan para kepala dinas, camat, atau yang selevel dengannya. Pak Said lebih senang bergaul dengan bawahannya. Lebih bisa nyambung,katanya. Mungkin sekilas terlihat kebiasaan ini sangat positif, tapi sekali lagi, saya melihatnya dari perspektif yang berbeda.
Saya sering bertanya-tanya didalam hati, Apakah barangkali dalam believe system yang tertanam di otak kanan Pak Said, terselip rasa tidak layak menjadi orang ‘besar’ dlm dirinya, yang mungkin disebabkan oleh pengalaman masa kecilnya?

CERITA 2
NELAYAN DAN KUALI 20 CM
Dua orang nelayan sedang memancing ikan. Nelayan pertama mendapat ikan besar.ia mengambil penggaris dan mengukurnya, lalu melepaskannya ke laut. Setelah itu ia memancing lagi dan mendapat ikan kecil. Ia mengukurnya dan bertyeriak senang, lalu  memasukkkannya ke dalam ember. Tidak lama kemudian, kembali ia mendapat ikan seukuran 500 cm, ia membuangnya ke laut. Begitu seterusnya. Tiap kali mendapat ikan besar, ia melepaskannya ke laut. Tapi jika ikannya kecil, ia memasukkannya ke dalam ember.
Tingkah anehnya ini membuat temannya penasaran dan bertanya:
Nelayan 1 : kenapa setiap kali kau mendapat ikan kecil, kau memasukkannya ke dalam embermu, dan jika kau mendapat ikan besar,kau melepaskannya begitu saja ke laut?
Nelayan 2: kuali ku hanya berukuran 20 cm. setiap ikan yang berukuran diatas itu akan kulepas ke laut karena kualiku tidak mampu menampungnya.
Nelayan 1 : kau lucu sekali, kenapa tidak kau potong2 saja ikannya agar menjadi kecil? Atau kau beli saja kuali yang baru yang berukuran lebih besar dari kuali mu itu?

CERITA 3
BALLERINA DAN GADIS KECIL
 Seorang  gadis kecil yang sangat ingin menjadi ballerina pergi mendatangi sebuah kursus balet di kotanya. Ia menjumpai seorang ballerina senior yang sekaligus pelatih balet di tempat itu. Gadis kecil itu memohon pada sang ballerina agar menerimanya sebagai murid, namun sang ballerina berkata,” Menurutku kau tidak layak menjadi seorang ballerina. Tubuhmu terlalu gemuk. Lebih baik kau lupakan saja mimpi indahmu itu.”
Si gadis kecil pulang kerumah sambil menangis tersedu…
30 tahun kemudian..
Gadis kecil telah tumbuh menjadi wanita dewasa. Ia bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan, menikah dengan teman sekantor, berhenti bekerja dan menjadi seorang ibu rumah tangga dengan 3 anak. Ketika berbelanja di supermarket, tanpa sengaja ia bertemu dengan ballerina senior yang pernah menghancurkan mimpinya 30 tahun silam. Dengan penuh kemarahan, ia menghampiri sang ballerina senior.
Wanita:  apakah anda ingat dengan saya? Saya adalah gadis kecil yang 30 tahun silam memohon untuk menjadi murid anda. Saya sangat ingin menjadi seorang ballerina seperti anda, tapi anda menolak saya dan menghancurkan mimpi saya.
Ballerina: ya, aku ingat. Bagaimana kabarmu sekarang?
Wanita: saya mengikuti saran anda. Sekarang saya sudah menikah dan mempunyai 3 anak. Saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Saya gagal menjadi ballerina gara-gara anda. Anda telah menghancurkan hidupku!
Ballerina : oh,kenapa kau menyalahkanku? Mestinya kau tidak putus asa dan menyerah dengan penolakanku. Kenapa kau tidak mencari ballerina lain yang bisa membantu mewujudkan mimpimu?Siapa yang sebenarnya telah menghancurkan mimpimu?

CPNS: CERITA PENDEK NAMUN SEKSI (5)

$
0
0

DONGENG ANGIN DAN MATAHARI


Di suatu senja di Khatulistiwa,,angin menantang matahari, " Aku akan buktikan kalau aku lebih kuat darimu.lihat lelaki tua dengan jaket lusuh di pojok sana,,aku akan membuat jaketnya melayang dengan sekali kibas." lalu mentari pun bersembunyi di balik awan.tiba-tiba langit mendung,angin bertiup kencang,dan tornado yang berputar cepat telah menerbangkan segalanya. lelaki tua itu memegang erat jaketnya yang hampir tanggal.ia memeluk jaket di badannya erat-erat hingga sang angin mereda.

tak lama muncullah mentari dari balik awan. mentari tersenyum ramah kepada semesta.si kakek mulai merasa keningnya berpeluh. tak tahan, ia pun melepas jaketnya.

PESAN MORAL: kelembutan dan keramahan lebih kuat dibanding kekuatan dan kemarahan

Kisah Dua Pedagang

Aku teringat cerita yang pernah kubaca waktu masih SMP.  Cerita itu terdapat disebuah majalah yang sudah tidak bersampul lagi. Entahlah, mungkin sebuah majalah motivasi.  Kisah itu tentang dua pedagang dari dua negara besar di Asia, Cina dan Indonesia.  Kisah itu tak hanya menggambarkan dua karakter yang berbeda dari dua pedagang itu, tapi lebih mencerminkan dua karakter dari kedua bangsa yang berbeda. Aku akan mulai dari kisah pedagang Cina terlebih dahulu…
Cina
Seorang pedagang kaya di sebuah desa di Cina, berniat mewariskan usahanya pada ketiga putranya. Sesuai tradisi umumnya, putra tertualah yang berhak mewarisi usaha ayahnya. Namun pedagang itu ingin berlaku adil pada ketiga putranya, sekaligus meguji kecerdikan ketiga putranya itu. Sore itu, si pedagang memanggil ketiga putranya,
“ Nak, aku punya gudang kosong di belakang rumah kita. Aku akan memberi  kalian uang dan waktu seminggu. Belilah barang apa saja yang kiranya dapat memenuhi gudangku itu tanpa ada celah yang tersisa. Siapa yang berhasil melakukannya, ia yang berhak mewarisi usahaku.
Uangpun dibagikan. Kedua putra si pedagang langsung berangkat ke kota untuk mencari barang apa saja yang dapat memenuhi gudang kosong mereka. Mereka sangat ingin memenangkan pertandingan ini dan memperoleh warisan bisnis ayah mereka.
Berbeda dengan kedua kakaknya, si putra bungsu selama tiga hari hanya mengurung diri di kamar, berpikir keras.  Akhirnya, pada hari ke-4, ia keluar kamar dengan wajah sumringah dan berangkat ke kota.
Hari yang dinantikanpun tiba. Putra sulung si pedagang membawa ratusan kayu bakar kering dari kota. Ia membawanya sendiri untuk menghemat biaya. Dibantu adik-adiknya, kayu bakar diangkut ke gudang. Ternyata, masih tersisa ruang kosong yang tak terisi kayu bakar.
“ Aku tak mampu membeli dalam jumlah besar, Ayah. Uangku tak cukup.”
Dan ia kalah.
Putra kedua membayar orang untuk mengangkut tumpukan jerami kering dengan gerobak. Setelah diisi ke gudang, masih ada ruang kosong tersisa.
“ Tidak mungkin!”, jerit si putra kedua,” Aku membeli jerami yang jumlahnya jauh lebih banyak dari ini. Kemana sisanya?”
“ Maaf, Tuan,”,kata si penarik gerobak, “ Perjalanan dari kota ke desa ini sangat jauh. Saya yakin jerami kering itu tertiup angin ditengah jalan. Yang tersisa hanya ini.”
Kini tibalah si putra bungsu. Ia hanya membawa sebuah kantong hitam.
“ Kalian semua masuklah ke gudang, dan tutuplah pintunya.”
Setelah berada di dalam, si putra bungsu mengeluarkan sebatang lilin merah Cina yang besar dan sekotak korek api. Ia meletakkan lilin ditengah dan menyalakan api. Nyala api dari lilin besar itu menerangi seluruh gudang tanpa ada celah sedikitpun yang luput dari cahaya lilin. Dan iapun berhak mewarisi usaha ayahnya karena kecerdikannya itu.

Indonesia
Pagi itu hujan mulai turun membasahi bumi. Si pedagang telah menyiapkan cendol dan gelas-gelas untuk berjualan ke atas gerobak dorongnya, siap berkeliling kota. Tapi hujan makin lebat dan tak kunjung reda. Dengan kesal, si pedagang duduk bersandar di bawah pohon depan rumahnya. Kedua kakinya terjulur dan menempel pada dinding triplek gerobaknya. Pikirannya menerawang…
Ia membayangkan, jika hujan reda, orang-orang akan berolahraga di taman kota. Seusai berolahraga, mereka pasti kehausan dan akan menyerbu dagangannya. Dinginnya hawa membuat si pedagang mengantuk, dan ia pun tertidur..
Dalam tidurnya, ia bermimpi. Ia telah menjadi seorang pengusaha cendol terkenal di kotanya, bahkan telah memiliki pabrik cendol modern. Ia pun memiliki sebuah villa di Bogor yang dilengkapi istal. Ketika berkunjung ke istalnya, ia tak sabar ingin segera menunggangi kuda impor yang dibelinya minggu lalu.
Begitu ia hendak menaiki kudanya, tiba-tiba kuda itu meringkikik dan mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi hingga si pedagang terjatuh. Pedagang itu mencoba sekali lagi, dan kejadian yang sama kembali  ia alami. Karena kesal, ia menendang kudanya dengan sekuat tenaga.
Praaaang! Pedagang itu terkejut. Di depannya, sebuah pemandangan mengerikan terpampang jelas.gerobaknya roboh. Cendol-cendol berhamburan ke tanah. Semua gelas belingnya pecah berantakan. Padahal, ia belum memperoleh uang untuk makan hari ini. Hujan mulai reda. Mentari perlahan menampakkan sinarnya di langit, menyunggingkan sebuah senyum ejekan kepada si pedagang yang menangis tersedu-sedu.

Salam CPNS
Tak Perlu Menangisi Ironi, Tapi Parodikanlah Tragedi

Heboh! Konspirasi Mossad Dibalik Insiden Charlie Hebdo

$
0
0
Heboh! Konspirasi Mossad Dibalik Insiden Charlie Hebdo

 (Paris) Seorang pengirim email dengan nama palsu Madame Rothschild membocorkan soal konspirasi Mossad di balik insiden ‘serangan Paris’ di kantor redaksi koran satir  Charlie Hebdo pada Minggu, ( 11/1).
Email itu dikirim ke editor sebuah situs web yang bernama Darkmoon.me pukul 05:56 pagi. Dalam email tersebut, Madame Rothschild berulang kali menegaskan bahwa muslim sama sekali tidak ada kaitannya dengan insiden tersebut. Semua itu tak lain adalah konspirasi busuk Mossad untuk menghancurkan citra Islam di Paris dan dunia internasional.
 Madame Rotchschild yang diduga bernama asli Elli. K itu mengirim email ke temannya, Lasha Darkmoon of Darkmoon. Ia menceritakan tentang insiden yang disebutnya ‘ lelucon Paris’ itu secara detail. Madame Rotchschild mengaku seorang warga Perancis yang punya banyak koneksi di lingkungan dekat Presiden.
Dalam emailnya disebutkan, nama asli Ahmed Merabet adalah Avigdor, seorang pemeluk Yahudi dan agen rahasia Israel, Mossad. Merabet adalah polisi yang ‘tewas’ ditembak teroris dalam insiden tersebut. Tapi sesungguhnya ia tidak tewas. Ia hanya berperan dalam ‘lelucon Paris’ itu. Kini ia berada di Buenos Aires , Argentina. Avigdor merupakan nama sandi sang agen. Tidak ada yang tau siapa nama aslinya.
Avigdor  akan tetap di sana selama enam tahun, sesuai prosedur operasi standar Mossad. Setelah itu,  ia akan muncul kembali dengan identitas baru, saat dunia mulai melupakan insiden serangan Paris.
Muslim tidak ada-saya ulangi, tidak ada-apa hubungannya dengan pembantaian yang terjadi di Paris minggu lalu. Seluruh insiden itu telah  dirancang  di Brussels, Belgia, jauh hari sebelumnya, tulis Sang Madame.


Kematian Misterius Ilmuwan NASA

$
0
0
Alberto Behar, salah satu ilmuwan Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA)
Ditemukan tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang pada Rabu (14/1) lalu di Los Angeles. Ini menambah daftar ilmuwan NASA yang tewas dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Saat ini, total  74 ilmuwan NASA telah meninggal dunia dengan berbagai sebab selama kurun waktu  2 tahun terakhir. Alberto Behar pernah menyelidiki kandungan air di Mars. Ia pernah  dalam dua buah misi di Mars.

Behar merupakan seorang pakar robotik yang meneliti fungsi robot di lingkungan yang ekstrim, seperti di bawah laut atau di dalam gunung berapi. Sebagian besar kematian para ilmuwan NASA dalam kurun waktu dua tahun terakhir diakibatkan oleh kecelakaan. Hal ini membuat para pengamat teori konspirasi dan sebagian masyarakat awam bertanya-tanya, apakah mereka mengetahui suatu rahasia yang dapat membuka aib NASA dan pemerintah AS jika sampai bocor ke publik dan media, sehingga mereka harus ‘dilenyapkan’?

Rindu Semusim Lalu

$
0
0
Rindu Semusim Lalu
Vivi Al-Hinduan

Selalu saja ada yang tertinggal saat kita pindah. Kenangan. Dan kenangan itu tertinggal di Kalimati, semusim yang lalu….

Kalimati, tiga bulan yang lalu
“Rindu, habis ini kita rehat sebentar di Kalimati, ya?”
“Kalimati?”
“Iya. Itu nama pos terdekat dari sini. Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700 meter dari permukaan laut. Kita bisa mendirikan tenda untuk beristirahat. Kalimati  berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara. Di sana banyak ranting untuk membuat api unggun.”
Aku berusaha menyerap semua informasi itu sambil menahan gigil.
“Sebenarnya ada satu pos lagi, Arcopodo. Jaraknya satu jam dari Kalimati.” Fajar menambahkan.
“Kenapa nggak istirahat di Arcopodo aja sekalian?”
Mata itu menatapku tajam sebelum ia menjawab singkat, “Karena saya tahu kamu nggak bakal sanggup lagi buat jalan kaki ke sana.”
Kami berjalan dalam diam. Lelaki berkulit cokelat itu berjalan di depan. Langkahnya tegap. Dari kejauhan tampak sosok Mahameru yang menjulang tinggi. Aku tak sabar ingin mengabadikan puncak Semeru setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu. Kini, berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, terasa seperti mimpi. Di Taman Nasional seluas 50. 273 hektar ini, tampak deretan pegunungan lain di sekitar Semeru, seperti Bromo, Batok, Watangan, Kursi, dan Widodaren.

Dengan membawa kamera film, aku nekat pergi ke tempat ini demi proyek film dokumenterku. Ditemani Fajar, pemandu lokal berhati sedingin Oymyakon di Rusia, kami berjalan pelan menembus gelapnya malam menuju Kalimati.
****
“Jadi tujuan kamu ke sini cuma buat mengusik ketenangan Mahameru dengan kameramu itu?”
“Mengusik? Aku justru ingin mendokumentasikannya. Emangnya nggak boleh?”
“Dari tadi kamu kerjanya cuma selfie dan merekam sana-sini. Kayaknya nggak ada yang luput dari kameramu, ya? Mulai Ranu Kumbolo sampai Oro-Oro Ombo saja direkam. Kurang kerjaan amat.”
“Hey, dengar ya! Kamu tuh kubayar buat jadi pemanduku. Bukan buat nyeramahin aku.”
“Oke. Saya kembalikan uang kamu. Saya pulang sekarang. Silahkan teruskan pendakianmu ke Semeru sendiri. Gimana?”
Aku terdiam. Sejak kemarin waktu dikenalkan dengan lelaki ini, aku sudah tidak suka. Dan ternyata firasatku benar. Sepanjang hari ini kerjanya hanya bikin kesal.
“Kita istirahat sebentar di sini . Jam satu dinihari, kita jalan lagi. Kita ikut rombongan dari Bandung itu. Jangan samapai terlambat.”
***
Aku melihat rekaman video itu dari kamera film. Ranu Kumbolo, danau indah yang berada di kaki Gunung Semeru. kameraku asyik merekam bukit terjal dengan pemandangan yang sangat indah di sekitar danau Ranu Kumbolo. Di depan bukit itu terbentang padang rumput luas yang dinamakan Oro-oro Ombo. Oro-oro Ombo dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan yang memukau mata. Padang rumputnya yang luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon pinus mengingatkan tentang Eropa.

“Fajar, sini!”
“Ada apa?”
Ia berjalan ke arahku. Aku mengambil kamera Polaroid.
“Duduk sini di sampingku.”
Ia menurut. Aku  memotret kami berdua. Dua kali.
“Nih, satu lembar buatmu. Yang satu buatku.”
“Buat apa?”
“Haduh! Dingin amat sih jadi cowok. Ya buat kenang-kenangan dong. Udah, ambil nih.”
Aku  memberinya selembar. Ia  menatap lama foto itu, dan tertawa datar.
“Kenapa ketawa? Lucu ya?”
“Iya. Saya tidak pernah menyimpan kenangan. Tapi demi kamu, akan saya lakukan.”
Fajar memasukkan foto itu ke saku jaket kumalnya.
“Kenapa?”, tanyaku penasaran.
“Apanya?” tanyanya dingin.
“Kenapa kamu nggak mau menyimpan kenangan? Oh, aku tau. Pasti kamu pernah sakit hati diputusin sama pacarmu, kan?”
“Sok tahu.”
“Alah, ngaku aja kenapa sih? Aku  juga pernah…”
”Almarhumah adik saya.”
“Apa??”
“Dia saudara saya satu-satunya. Dia meninggal sepuluh tahun lalu karena ditabrak lari oleh truk.”
“Oh!”
“Namanya Ratna. Sebelum meninggal, dia pengin sekali mengajak saya ke Mahameru. Tapi selalu saya tolak karena waktu itu kuliah saya belum selesai. Dan dia meninggal sebelum sempat mewujudkan mimpinya.”
“Maaf, Fajar. Aku nggak tahu.”
“Sejak itu, segalanya berubah dalam hidup saya. Orangtua saya saling menyalahkan satu sama lain dan akhirnya berpisah gara-gara kecelakaan itu. Saya hidup berpindah-pindah kerja dan kontrakan. Dan sejak pertama kali menginjakkan kaki di Mahameru, saya selalu ingin kembali lagi. Meski pun awalnya hanya ingin memenuhi impian Ratna.”
“Kamu belum jawab pertanyaanku.”
“Tentang kenangan? Bukankah ia selalu tinggal sesering apa pun kita pindah?”, Fajar balik bertanya.
“Itu sebabnya kamu tidak pernah mau mengenal seseorang secara dekat, agar nggak ada kenangan tentang dia?”
“Kita berangkat sepuluh menit lagi agar pagi-pagi sekali sudah tiba di Mahameru. Tolong semua bawaan kamu ditinggalkan saja di sini. Terutama kamera itu,” Fajar berkata kaku.
“Tapi aku mau merekam…”
“Saya tunggu di luar.”
****
Dari Arcopodo menuju puncak Semeru diperlukan waktu 3-4 jam, melewati bukit pasir yang sangat curam dan mudah merosot. Sebagai panduan bagi para pendaki, di jalur ini banyak terdapat bendera segitiga kecil berwarna merah. Kami bergabung bersama rombongan pendaki dari Bandung dan Yogyakarta.
Aku mengenakan baju tebal untuk mencegah hipotermia dan juga kacamata untuk melindungi wajah dari hujan abu. Kami disarankan untuk tidak menuju kawah Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan, karena ada gas beracun dan aliran lahar.
Jam lima subuh, kami tiba di puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa itu. Pemandangan dari puncak ini sangat indah, bagaikan samudra di atas langit. Saat hampir mencapai puncak, aku merasa seperti berada di atas awan.

“Kamu tahu, Soe Hok Gie meninggal di Gunung Semeru pada 1969 akibat menghirup asap beracun di gunung ini,” ujar Fajar.
“Kamu jangan nakutin aku, dong. Perasaanku nggak enak nih.”
“Aku serius, Rin. Kamu mahasiswi Jakarta tapi nggak tau sejarah tentang aktifis mahasiswa paling terkenal dari Jakarta. Payah.”
“Udah ah, jangan ceramah mulu. Aku ingin sendiri.”
“Hati-hati, Rin.” Ujarnya.
Mata kami saling bertatapan. Wajahnya berubah. Dingin dan menusuk. Entah kenapa, tiba-tiba bulu kudukku merinding. Fajar pun lenyap di tengah rombongan pendaki lainnya. Aku berusaha menepis bayangan wajahnya, namun selalu tinggal.
Setelah Fajar menghilang, aku duduk menepi dari keramaian. Menyumpah dalam hati karena tak dapat mengabadikan pemandangan indah ini dengan kamera filmku. Padahal batas akhir pendaftaran lomba film dokumenter itu tinggal seminggu lagi.
 “Brengseek lo, Jaarr!” teriakku. Kesal.
***
Entah sudah berapa jam aku di sini, terhipnotis menyaksikan sekeping surga yang dihadiahkan Tuhan ke bumi. Tak ingin ada satu pun yang mencuri pemandangan ini dari mataku. Saking asiknya, tanpa sadar Fajar telah lenyap entah ke mana. Tiba-tiba mendung menggantung di atas Mahameru. Beberapa rombongan pendaki bergegas turun melewatiku.
“Cepetan turun, Mbak. Sebentar lagi hujan. Di arah selatan ada gas beracun.”
“Apa?? Fajar!”, teriakku spontan.
Aku panik dan berlari mencarinya. Tetapi lelaki itu seperti lenyap ditelan keagungan Mahameru yang perkasa. Aku terus berlari menembus pekatnya kabut, menyeruak di antara rombongan pendaki yang juga panik. Seseorang menahan tanganku,
“Mau ke mana, Mbak? Di sana ada gas beracun. Tadi ada yang pingsan dan dibawa turun.”
“Teman saya hilang.”,  aku gemetar. Butiran bening menetes dari mataku tanpa bisa kucegah.
“Pulang saja, Mbak. Jangan ke sana, bahaya!”
Aku terus berlari menuju ke arah selatan. Dari kejauhan, samar terlihat Fajar terjebak di pekatnya kabut. Ia seperti berteriak meminta tolong. Tanpa menghiraukan teriakan para pendaki lainnya, aku berlari seperti kesetanan, menembus belerang pekat itu hanya demi satu tujuan, menyelamatkan Fajar.
Seperti dikunci dalam kamar pengap yang penuh gas beracun, beginilah rasanya terjebak di tengah kepungan asap hitam ini. Aku mengucek mata yang perih. Sosok Fajar tiba-tiba lenyap begitu saja. Nafasku sesak menghirup gas beracun ini. Siapakah yang kulihat tadi? Benarkah itu Fajar?
“Fajaaarrr!  Tolong aku!” aku menangis histeris.
Aku masuk semakin dalam, terjebak dalam kepungan asap. Yang ada hanya pekat. Dari kejauhan, terdengar suara seorang lelaki berteriak,
“Rin, jangan ke sana! Cepat putar haluan!”
“Fajar? Kamu di mana? Fajaarrr!!”
Tak ada sahutan. Derap langkah kaki terdengar menuju ke arahku. Di balik kabut, terlihat samar Fajar dan tiga orang lainnya memakai masker. Mereka  berusaha menembus pekatnya gas beracun ini.
“Cepat keluar, Rin!”
Itu suara terakhir yang sempat kudengar sebelum gas beracun ini menelanku. Selamanya.

Malang, tiga bulan kemudian
“Jadi pindah ke Jogja, Mas Fajar?”
“Jadi, Pak. Besok pagi Insya Allah saya berangkat. Saya dapat proyek di sana.”
“Wah, sepi nanti kontrakan ini kalau ndak ada Mas fajar.”
“Nanti kan ada teman saya dari Surabaya yang mau ngisi rumah ini. Dia bawa istri dan anaknya juga.”
“Oh ya, Mas. Tadi waktu saya beres-beres kamarnya Mas Fajar, saya nemu ini.”

Pak Pomo, penjaga rumah tempat Fajar mengontrak, menyerahkan selembar foto Polaroid ke tangan Fajar. Fajar  menatap lama foto itu.

“Simpan saja, Pak. Saya nggak butuh.”, ujarnya.
“Beneran buat saya?”
“Iya. Ambil saja kalau Bapak mau. Saya tak ingin membawa kenangan.”
“Mantannya, ya? Cantik loh. Nama Mbak di foto ini siapa, Mas?”
“Rindu,” jawab Fajar dingin. Sedingin Oymyakon di Rusia.

Pontianak, 5 Februari 2015





Tips Traveling Dengan Biaya Murah

$
0
0
Tips Traveling Dengan Biaya Murah
Traveling ke suatu tempat-terutama luar negeri-memang sangat menyenangkan, apalagi jika kita hanya mengeluarkan biaya yang murah. Namun, tidak setiap saat kita beruntung mendapatkan tiket pesawat dan biaya penginapan yang murah meriah. Di musim-musim tertentu, harga tiket peawat dan biaya hotel melambung tinggi.
Beberapa tips berikut barangkali agak ekstrim, tapi tidak ada salahnya untuk dicoba

1.Pergi ke Daerah/ Negara yang Baru Saja Mendapat Label Travel Warning

Ini kisah nyata seorang perempuan warga Malaysia yang sudah lama ingin ke Bali. Ia menabung untuk membiayai tiket pesawat dan harga hotel yang mahal di sana, demi merasakan ‘surga’ para wisatawan itu. Setelah  kejadian Bom Bali pertama 2002 silam, Bali mendapat label ‘travel warning’ dari beberapa negara, terutama Australia. Banyak warga Australia yang tewas akibat insiden bom Bali I itu.

Saat itu, jumlah kunjungan wisatawan menurun drastis karena Bali dianggap tidak aman. Otomatis, maskapai penerbangan dan hotel di Bali berlomba menurunkan tarif untuk menarik wisatawan asing. Beberapa maskapai dan hotel memberi diskon 50%. Saat itulah, ia berlibur ke Bali. Di sana, ia benar-benar dilayani seperti seorang ratu. Ia benar-benar merasakan ‘surga’ di Bali.

2.Pergi ke Negara/ Daerah Konflik

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar kata Poso? Apa pun yang Anda bayangkan, saya yakin bukan danau Poso yang indah. Banyak yang tidak tahu jika ‘markas besar’ Densus 88 itu ternyata memiliki keindahan alam yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata, salah satunya danau Poso yang indah dan masih alami.

Selama ini media selalu memberitakan hal-hal negatif tentang Poso. Ini membuat orang takut berkunjung ke sana. Siapa tahu, maskapai penerbangan dan hotel-hotel di Poso sedang ‘banting harga’ habis-habisan untuk menarik wisatawan lokal dan mancanegara. Berani mencoba?

3.Pergi ke Negara yang Tengah Dilanda Perang
Ini mungkin tantangan paling mendebarkan. Barangkali hanya wartawan liputan perang yang berani ke sana, selain petugas PBB. Tapi kalau Anda nekat, Anda bisa bergabung dengan rombongan sukarelawan dari seluruh dunia yang biasanya diijinkan untuk masuk ke sana mengantar obat-obatan dan makanan.

Beberapa konglomerat Amerika Serikat sering masuk dan memulai bisnisnya di negara-negara yang menjadi sasaran invasi Amerika Serikat seperti Irak, Afghanistan dll. Bahkan bukan tidak mungkin, perang sengaja diciptakan demi keuntungan bisnis semata.

4.Pesan tiket beberapa bulan sebelumnya
Para backpacker biasanya sudah memesan tiket pesawat jauh hari sebelum tanggal keberangkatan. Sering-seringlah  meng-update harga tiket tiket transportasi umum seperti kereta, bis, dan pesawat. Jika beruntung, anda akan menemukan promo-promo khusus di mana harga tiket mendapat diskon hingga 50% lebih untuk sekali pergi-pulang.

5.Mencari Penghasilan Tambahan
Saat ini, kemudahan teknologi membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan part time yang barangkali tidak pernah kita bayangkan sepuluh tahun silam. Cukup dengan duduk di rumah bermodalkan laptop dan modem,  kita sudah bisa menjadi seorang content writer, admin social media atau bahkan menjadi buzzer. Selain itu, dunia kreatif di Indonesia saat ini sedang bertumbuh pesat. Profesi di bidang kreatif seperti menjadi seorang fotografer lepas, mendesain kaos atau  logo untuk suatu perusahaan, hingga mendesain cover buku dapat menjadi alternatif profesi dengan penghasilan lumayan yang akan sangat bermanfaat untuk mengupgrade tujuan traveling anda.

6. Cari Teman Traveling Sebanyak-banyaknya
Teman sangat Anda butuhkan untuk partner traveling anda nantinya, selain menemani di perjalanan, semakin banyak teman yang kalian ajak maka semakin sedikit biaya yang harus Anda keluarkan. Anda dapat urun rembuk dapat membeli sesuatu di perjalanan.

Sst...Bocoran Eagle Awards Documentary Competition 2015

$
0
0
Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Emas Ke-50 pada tahun 2015, Lemhannas RI melakukan penjajakan kerja sama dengan Eagle Institute Metro Tv dalam program Eagle Awards Competition 2015 pada Senin (29/12) di Ruang Arjuna Gd. Astagatra Lt. III Lemhannas RI. Acara yang dipimpin oleh Deputi Pengkajian Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marsono, M.Agr. ini dihadiri oleh 8 orang perwakilan Lemhannas RI serta 6 orang perwakilan dari Metro Tv.

Eagle Award Competition merupakan program kompetisi film dokumenter tahunan yang diselenggarakan oleh Eagle Institute di Metro Tv dengan sasaran peserta para pemuda dari seluruh Indonesia. Pemuda dipandang sebagai komponen penting dalam pembangunan bangsa yang rentan akan perpecahan. Melalui film dokumenter, Lemhanans RI dan Metro Tv ingin mengukur perspektif wawasan kebangsaan dari para sineas-sineas muda Indonesia yang disalurkan melalui bidang seni dan budaya.

Lemhannas RI melihat bahwa perspektif wawasan kebangsaan dalam rangka ketahanan nasional bagi pemuda merupakan tantangan masalah kebangsaan yang sangat strategis. Hal ini senada dengan kondisi bangsa Indonesia yang mulai mengindikasikan adanya kemerosotan nilai-nilai kebangsaan serta melunturnya ideologi pancasila.

Film dokumenter dalam Eagle Award Competition 2015 memiliki ruang lingkup yang mencakup 6 aspek, yakni pendidikan, kesehatan, pengelolaan sumber daya alam, lingkungan, kesejahteraan, dan persamaan/kesetaraan. Rangkaian kegiatan berupa roadshow, getting contestant, penjurian, pitching forum, workshop, produksi, premier, dan awards night akan dilaksanakan mulai April hingga November 2015. Selanjutnya, Lemhannas RI akan menindaklanjuti kerja sama ini dengan membentuk tim khusus dan merencanakan pertemuan selanjutnya.
sumber: http://www.lemhannas.go.id/portal/berita/178-umum/2632-paparan-kerja-sama-lemhannas-ri-dengan-eagle-institute-dalam-program-eagle-award-competition-2015.html

CERBER SosiaLITA ( Bag.1)

$
0
0


PROLOG

Tengah malam Jum’at Kliwon, saat para tuyul dan babi ngepet Ibukota sedang berkeliaran cari rejeki, Lolita mengetik di laptopnya, ditemani segelas kopi instan….
Namaku Lolita. Umur 37. Jomblo permanen. Aku bukanlah seorang sosialita ibukota yang gemar pamer tas Hermes kemana-mana, baik yang asli mau pun KW. Bukan. Aku hanyalah bagian dari 134 juta konsumen kelas menengah di Indonesia-yang kebetulan berprofesi sebagai jurnalis-dengan pengeluaran harian sekitar US$2-US$4 atau Rp 1-Rp 1,5juta per bulan (38,5 persen dari total konsumen kelas menengah di Indonesia versi  Bank Dunia). hobiku nonton Teletubbies sebelum tidur, atau sambil mengisi malam Mingguku yang bête abis.
Gajiku sebulan sebagai wartawan senior di Majalah Urban Women (yang porsi gosipnya sekitar 80% dari isi berita) sekitar Rp 4 juta. Seperti layaknya para konsumen kelas menengah lainnya di negeri ini, aku pun gemar mengonsumsi segala hal bermerek yang dapat mendongkrak pencitraan diriku, termasuk memaksakan diri berlangganan tivi berbayar demi gengsi, padahal aslinya biar bisa nonton serial teletubbies di BBC. (Apa kata tetangga?)
Aku tinggal di Bekasi, salah satu daerah sub-urban Jakarta yang kurang seksi dan sering di bully. Aku selalu berusaha menjalankan petuah bijak Ibu Gina, Pemred Majalah Urban Women. Beliau selalu berpesan ke staf-stafnya di kantor mengenai prinsip hidup yang satu ini:
Hiduplah ALPHARD adanya dan bersyukurlah setiap FERRARI, meski kadang hidup tak selalu berjalan LEXUS. Ingatlah selalu bahwa dalam setiap kejadian yang menimpamu, pasti ada PRADA yang dapat kita ambil. Intinya, mbok ya hidup itu yang JAGUAR-JAGUAR sajalah, jangan suka HUMMER.  Idih, HERMES deh gue dengarnya.
Kalo menurut Herman Kartajaya, aku ini termasuk tipe social climber yang jumlahnya 40,1% dari total kelas menengah Indonesia. Social Climber adalah jenis konsumen kelas menengah yang selalu berusaha agar dapat dikenal dan diterima di pergaulan kalangan the-have. Mereka mengetahui bahwa bersosialisasi dan berinteraksi dengan komunitas mereka adalah dua hal yang sangat penting dalam hidup. Mereka sangat antusias mengikuti berita dan trend terkini, termasuk gosip selebriti.
Intinya, aku adalah seorang pendaki yang takkan pernah bisa mencapai puncak strata sosial di negeri ini, dan mungkin takkan pernah mampu membeli kamera Canon DLSR EOS 5D yang setahuku harga pasaran kamera mehong itu berkisar Rp 12,5 jutaan. Entah berapa bulan nabung baru mampu terbeli. Ach!
Meskipun aku sering nongkrong di Senayan City dan Grand Indonesia setiap awal bulan, tetap saja aku dan teman-temanku memborong baju di ITC Mangga Dua, dan sekali-sekali di Rempoa. Jika menjelang waktu berbuka puasa kamu melihat aku dan teman-temanku asyik hangout di Starbucks, sesungguhnya setiap sahur tiba, aku selalu menyantap mi instan dan telur ceplok di rumah, sambil menghirup segelas kopi instan merek G-Bucks rasa Latte atau Cappuccino  sembari menunggu waktu Imsyak tiba.  Tulisan  CAUTION HOT yang terpampang jelas di tutup gelas steriofoam kopi urban style itu seolah mengingatkan semua orang akan bahaya tersiram kopi panas, sama bahayanya dengan tulisan yang menempel di pantat sebuah angkot di Bekasi: MASUK GADIS KELUAR JANDA. Bersambung.
Lolita memposting tulisan itu di blognya: Iamnotgoblog.wordpress.com.

                                       BAGIAN I

Sebuah bajaj melaju kencang menuju ke salah satu hotel berbintang lima di kawasan selatan ibukota. Seorang wanita setengah muda tak berhenti berdoa selama berada di dalam bajaj itu.
“Kiri, Pak,” ujar si wanita lega.
Ach, akhirnya…
“Di sini, ya, Mbak?”
“Iya, betul. Berhenti di sini aja.”
“Lha, tapi hotelnya masih di depan sono, Mbak? Nggak capek jalan ke sana?”
“Nggak papa, kok. Saya sudah biasa jalan kaki 10.000 langkah.”
“ …..”

Lita berjalan cepat melewati beberapa pepohonan rimbun, hingga tiba dengan terburu-buru di lobi hotel.  Ia tak memedulikan kakinya yang sakit gara-gara memakai sepatu Prada KW dengan hak setebal 10 senti. Sepatu itu ia peroleh setelah blusukandi Pasar Ular.

Ia memang diundang khusus untuk menghadiri  sebuah acara  fashion show yang diadakan di sebuah hotel berbintang lima di Jakarta. “Waduh, mampus! Gue telat nih. Masih bisa masuk nggak ya?” batinnya.
Dengan langkah cepat, Lita menuju lift yang mengantarkannya ke lantai lima tempat acara fashion show diadakan. Tiba di depan pintu masuk, seorang panitia berdiri menghadang.
“Maaf, Bu, ada bawa undangannya?”
“Sebentar, ya.”
Lita mencari-cari di dalam tas Hermes ‘tembakan’ nya yang bela-belain dia beli seharga Rp 3 Juta di sebuah butik.
“Haduh, gawat! Aku lupa bawa.”
 “Maaf, Bu, kalau tidak menunjukkan undangan, Ibu tidak boleh masuk,” kata si panitia.
“Eh, sebentar, dong.”

Lita menuju meja panjang di samping pintu masuk tadi. Dengan panik, ia mengeluarkan semua isi tasnya. Mulai dari lipstik, bedak, BlackBerry Bellagio yang ia beli dengan diskon 50% hasil dari ngantri selama dua hari dan nyaris pingsan, Tab merek Samsung, hingga pembalut wanita mengandung klorin tingkat tinggi bertumpahan di atas meja. Cuma satu yang tidak kelihatan, undangan itu.

“Sebentar, saya telepon teman saya dulu. Dia panitia acara ini.”

Lita memencet tombol BB tuanya dan mencari sebuah nama yang sangat ia kenal. Dengan sedikit gemetar, ia merapatkan telinga ke BB, berharap sebuah suara yang sangat berpengaruh di kalangan sosialita ibukota itu bisa membantunya. Lalu tiba-tiba terdengar suara merdu seorang wanita dari seberang sana menyapanya lembut:

“Maaf, pulsa anda tidak cukup untuk melakukan panggilan ini…”
“Anjrit! Aku lupa isi pulsa..”


Tasku Menunjukkan Kelasku
”Buat orang di luar komunitas mereka, mereka dianggap tidak rasional. Tapi, buat mereka yang membeli barang dengan harga selangit itu, hal itu rasional dalam rangka reproduksi kelas. Sebab, mereka mencoba menancapkan identitas kelas dengan merek-merek tertentu. Komunitas masyarakat seperti itu sesungguhnya mengonsumsi sesuatu yang hampa,” tutur Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Ari Sudjito.(http://female.kompas.com)

“Jeng-Jeng, mulai minggu depan kita ngadain arisan Hermes yuk,” Nadia Gondokusumo yang akrab disapa Zus (baca: Ses) Nance di kalangan ibu-ibu elit Jakarta, membuka pembicaraan.
“Boleh. Tapi Hermes asli ya, Zus,” kata Bu Ratna.
“Ya, iyalah. Eike  kan nggak doyan yang KW-an. Amit-amit.”
“Betul, Zus Nan. Daripada maksain diri beli Hermes KW, mending nggak usah sekalian kalo emang nggak punya fulus. Buat ane, beli barang KW itu sama aja bunuh diri. Karena orang-orang kayak kita ini pasti pada tau semualah gimana bedain mana yang benar-benar asli, mana yang KW. Lagian kalo pake barang palsu, sama aja dia bohongin dirinya sendiri. Benar nggak?” Gamar, seorang sosialita berdarah Timur Tengah menimpali.

Ibu-ibu muda kelompok arisan ‘Sosialita Anti Selulit’ langsung mengamini.

“Betul, Zus Nan. Saya pernah loh liat seorang ibu pejabat kita pake Hermes KW ke Eropa. Tau nggak, begitu sampai di bandara, langsung digunting tas nya sama petugas di sana. Idih!” Bu Ratna bercerita dengan ekspresi jijik.
“Ntar kita makenya giliran dong, Zus. Jadi semua ngerasa,” usul Mbak Tike.
“Ya..bolehlah. eike tau kok sampai detik ini  je belum mampu beli Hermes asli, kan?” zus Nan tertawa genit.
“ Iya nih. Suami saya nggak berani korupsi gede, takut masuk tivi. Katanya belum siap jadi selebritis,” ujar Mbak Tike malu-malu.
“Makanya je jangan cari lekong pegawai. Lihat nih eike. Laki eike importir mobil mewah, bo’. Mau Alphard, tinggal bilang. Pengen Bentley, tinggal pesan.”
Zus Nan, katanya hari ini kita bakalan kedatangan anggota arisan baru, ya? siapa sih?” tanya Gamar.
“Oh, iya. Namanya Lolita. Bu Dokter Lina yang ngenalin ke  eike. Anak itu maksa banget pengen gabung di kelompok kita. Terpaksa deh eike terima. Kasihan juga liatinnya. Padahal sebenarnya, dari chasing nya aja keliatan kalo dia kurang pantas joindi sini.”
“Emang suaminya kerja apa, sih?” Bu Ratna penasaran.
“Dia belum nikah, kok. Masih single,” kata Zus Nance.
 “Oh, emang umurnya berapa?” Mbak Tike.
“Idih, kepo deh je, zus. Udah tuwir, sih. Hehe..umurnya 37,” kata Zus Nance.
“Walah! Udah per-tu dunk ah,” kata Bu Ratna.
“Apaan tuh per-tu?”
“Biasalah, perawan tuwir,” Bu Ratna tertawa.
“Hus, kagak baek ngatain orang. Mungkin dia terlalu sibuk kerja kali sampai lupa cari jodoh,” Gamar membela.
“Emang dia kerja apa, Zus?” Bu Ratna tambah penasaran.
“Kata Bu Dokter Lina sih, dia staf  biasa di Pertamina. Bawahan  suaminya Bu Lina.”
Zus Nan ini gimana, sih? Masak orang nggak jelas kayak gitu diterima? Nggak takut apa ntar dia bisa meruntuhkan kredibilitas kelompok arisan kita? Orang kayak gitu..”
“Eh, Bu Ratna jangan gitu dong. Kan eikeudah bilang terpaksa nerima dia. Eikenggak enak sama Bu Dokter Lina. Lagian eikekasian juga sih ngeliat chasing nya si Lolita itu. Mengenaskan.”
“Iya, staf  biasa juga kalo di perusahaan pemerintah kayak Pertamina kan lumayan tuh gajinya. Apalagi dia masih single, nggak ada tanggungan,” kata Mbak Tike.
 Bel berbunyi.
“Itu kali dia datang,” Zus Nance bergegas ke ruang tamu.
“Eh, Bu Dokter. Apa kabar?  Pengajian di Ibis minggu lalu kok nggak datang?  Ibu-ibu pengajian kita pada nanyain loh,” Zus Nance bertanya ramah.
“Aduh, maaf  nih, Zus. Anak saya yang bungsu sakit tifus. Bapaknya lagi dinas ke luar kota.”
“Iya, nggak papa kok.”
“Oh, ya, ini Lolita.”
Lolita yang berada di samping Bu Dokter Lina mengulurkan tangan dan tersenyum ramah,
“Lolita. Panggil aja Lita, Zus.”
“Saya Nadia Gondokusumo. Biasa dipanggil Nance. Eikeketua sekaligus pendiri kelompok arisan Sosialita Anti-Selulit,” Zus nance menatap pakaian Lita dari atas sampai ke bawah.
Lolita langsung grogi.
Njrit! Rempong amat nih si ibu.
 “Masuk, yuk, Jeng.  Udah rame di dalam pada ngumpul. Nggak sabar pengen kenalan sama Lolita.”
“Panggil Lita aja, Zus,” ujar Lita malu-malu.
ZusNance membawa Lita ke ruang keluarga.

“Jeng-jeng, ini loh, Jeng Lita yang eike bilang barusan. Dia staf di Pertamina Pusat.”
“Ooo…” ujar ibu-ibu kelompok arisan ‘Sosialita Anti-Selulit’ serentak.
“Hayuk pada kenalan. Bu Ratna deh duluan,” ujar ZusNance ramah.

Bu Ratna berdiri dari sofa empuk yang didudukinya dan berjalan menghampiri Lita. Matanya menatap Lita dari ujung kaki hingga ke rambut.
“Kerja di Pertamina, ya?” tanyanya dingin.
“Iya, Bu.”
“Sudah lama kerja di sana?”
“Ya, lumayanlah. Hampir dua tahun,” Lita salah tingkah.
“Asli Jakarta?”
“Tidak. Saya dari Bekasi.”
“Oh, pantas.”
Anjir!

Bu Dokter Lina buru-buru menimpali.
“Lita, kita semua baik-baik kok. Jangan khawatir, nggak bakal digigit. Kamu pasti bisa cepat beradaptasi di sini.”
“Tas Hermes nya ‘tembakan’ ya?” tanya Bu Ratna dingin.
“Eeng..ini..” Lita gemetaran. Jantungnya serasa berguguran.
“Alah, udah deh, ngaku aja. Kita nggak bisa dibohongin. Kita-kita udah terbiasa pake yang asli, jadi sudah punya  feeling dan bisa bedain mana yang asli dan mana yang ‘tembakan’ punya,” Bu Ratna tertawa sinis.
“Jeng Lita ini gimana, sih? Kerja di Pertamina kan gajinya gede, masak nyisihin duit buat beli Hermes asli aja nggak bisa? Lari kemana aja tuh duit selama kerja dua tahun di sana?”, Mbak Tike nimbrung.
“ Ehm…makanya dia saya ajak ikut arisan kita. Biar nanti dia bisa dapat giliran make Hermes asli selama sebulan full,” Dokter Lina menjelaskan.
Gamar maju untuk berkenalan. Sosialita berambut merah yang wajahnya mirip host Mata Najwa, Najwa Shihab itu, memakai kaftan ala Syahrini berwarna merah menyala. Gamar menyalami Lita sambil tersenyum ramah.
“Bu Gamar ini pengusaha terkenal loh. Suaminya kebetulan partner bisnis suami saya, sama-sama importir mobil mewah juga. Dan sekarang suami-suami kami sedang mencoba peruntungan di batubara,” kata Zus Nance tanpa ditanya. Ia melanjutkan, “Gamar sendiri punya butik busana muslim di Kemang, punya beberapa bisnis waralaba, punya kost-kostan di Depok, jadi re-selleremas batangan Antam juga loh. Pokoknya maknyusdeh.”
“Iya, kemaren kita sempat bikin arisan logam mulia 100 gram. Sekarang sudah selesai karena sudah pada dapat semua,” jelas Bu Gamar.
“Ya udah kita langsung mulai aja yah ngocoknya. Udah nggak sabaran nih pengen make Hermes,” kata Zus Nance.

Dan layaknya sebuah skenario sinetron murahan yang sudah bisa diketahui jalan ceritanya hanya dari menonton episode pertama, sudah diduga bahwa nama Zus Nancelah yang keluar duluan waktu dikocok. Ia berhak memakai Hermes asli seharga Rp 100 Juta itu selama sebulan full, sampai tiba giliran peserta arisan berikutnya, Bu Dokter Lina.

Si Parasit Kapitalisme?
Lolita teringat ketika suatu pagi ia dipanggil pimpinan menghadap ke kantornya.
“Lita, kita butuh liputan khusus nih tentang fenomena para sosialita ibukota,” Bu Gina, pemimpin redaksi Majalah Female membuka pembicaraan.
“Oke. Trus siapa yang mesti saya tugasin meliput, Bu?”
“ Ya, kamu sendirilah. Kamu kan wartawan senior di sini. Kamu harus masuk ke lingkungan mereka. Bikin laporan investigasi yang heboh, biar oplah majalah kita naik.”
“Waduh, susah tuh, Bu,” Lita mencoba menghindar.
“Masak segitu aja susah?  Kamu kan pernah nyamar jadi PSK di lokalisasi demi mendapat berita yang betul-betul within. Dan kamu sukses.”
“Iya, sih…”
“Sudah. Pokoknya kamu saya kasih waktu tiga bulan buat tugas.  Saya penasaran, apakah mereka ini semata-mata hanya sekedar parasit kapitalisme, atau memang ada manfaatnya bagi sesama wanita,  seperti mengadakan kegiatan sosial misalnya. Kamu harus bikin berita tentang itu, terserah gimana caranya, saya nggak mau tahu.”
“Baik, Bu.”
Parasit kapitalisme? Binatang apa lagi itu?
Bu Gina melanjutkan, “ Terus kamu harus liput apa saja merek favorit mereka, pesta apa saja yang biasa mereka adakan, dan jangan lupa partisipasi mereka dalam berpolitik. Pokoknya harus lengkap, kap. Kayak ikan kakap.”
Nyamar jadi sosialita? Halah!
***
Lita mencari-cari nomor handphone para narasumber yang pernah diwawancarainya, hingga ia menemukan sebuah nomor handphone seorang dokter spesialis bedah plastik yang punya hobi mengoleksi berlian. Dokter itu pernah menjadi narasumbernya, dan si dokter pernah menolong Lita sewaktu ia tertabrak motor ketika sedang meliput sebuah berita. Dan dokter kaya itu menolak dibayar….
Lita bertemu si dokter di sebuah restoran Jepang
“Apa kabar, Mbak Lita? Gimana lukanya, sudah sembuh?”
“Sudah, Bu Dokter. Terima kasih banget udah nolongin saya.”
“Ah, biasa aja, kok. Itu sudah tugas saya.”
Dokter cantik  di hadapan Lita tersenyum ramah. Kalung dengan mata dari batu bacan hijau berkilauan diterpa cahaya restoran. Dan Lita pun menceritakan semuanya.
“Oh, nggak masalah, saya akan bantu. Kebetulan saya ikut arisan dengan ibu-ibu yang..yah, bisa dibilang sosialita kelas ataslah. Hehe..”
“Terus saya ngaku jadi asisten Ibu aja, ya?”
“Nggak usah. Kamu akan saya kenalkan sebagai staf suami saya. Kebetulan suami saya manajer pemasaran di Pertamina Pusat.”
“Thanks, Dok.”
“Lusa kita ada arisan di rumah Zus Nance. Dia istrinya Suryo Gondokusumo, pengusaha batubara dan importir mobil mewah yang terkenal di Jakarta.”
“Oke. Siap, Dok.”
Dan petualangan Lita pun dimulai…..

Karena Uang Tak Bisa Membeli Segalanya….Untuk Itulah Kita Butuh Kartu Kredit.
Tahun 2007 lalu, jumlah pemegang kartu kredit di Indonesia sekitar 9,1 juta orang. Pada  2010 terdapat  13,6 juta kartu beredar. Tahun 2011 jumlah kartu kredit yang beredar mencapai angka 14,8 juta. Data dari Statistik Sistem Pembayaran Bank Indonesia menunjukkan jumlah transaksi kartu kredit di Indonesia sebanyak 199 juta transaksi pada tahun 2010 dengan nilai mencapai Rp 163,2 Triliun. Tahun lalu jumlah transaksi kartu kredit melambung menjadi 209,4 juta transaksi dengan nominal Rp182,6 Triliun. (Sumber: Majalah Marketeers, Edisi Maret 2012)

Di sebuah Kafe Mewah di Kemang….
 “Yang joget di samping Bu Tike itu istri pengusaha batik terkenal dari Solo. Dia ketua Kelompok Arisan Ibu-Ibu Sasak Tinggi aka Isakting. Di belakangnya pengusaha berlian. Pelanggannya banyak lho, dari selebritis sampai istri pejabat di Ibukota. Kalau yang itu dokter kulit, itu istri pengacara dan yang itu pengusaha ruko. Rukonya banyak lho,”    Zus Nance asik menjelaskan tentang tamu-tamu yang diundangnya untuk merayakan ultahnya yang ke-43 di sebuah kafe elit di daerah Kemang. Lagu Baila Morena mengalun merdu.
“Lita, kamu tau nggak, tas yang dipake Bu Tike itu harganya paling kurang Rp 15 Juta loh.”
“Masak  sih? Modelnya simpel banget loh, Zus.”
“Emang tas branded biasanya modelnya sangat sederhana. Saking sederhananya, kadang sampai banyak yang mengira tas itu murah. Tas jinjing warna krem yang dipakai Bu Tike itu buatan Prancis berlabel Salvatore Ferragamo loh. Itu  salah satu tas eksklusif dengan edisi sangat terbatas,” ujar Zus Nance sambil menepuk-nepuk tas Cartier merah bata miliknya. Sebuah tas edisi terbatas keluaran Prancis yang harganya lebih dari Rp 25 juta. Kepala Lita mendadak pusing.
Alunan musik sudah berhenti. Pasukan mami-mami galau menjelang menopause itu kembali ke bangku mereka masing-masing. Bu Tike menghampiri Lita dan ZusNance. Di sampingnya ada seorang perempuan dengan jilbab model punuk unta. Alamak.
“Mbak Lita, kenalin nih, teman saya, Mami Alena. anggota baru arisan kita.”
“Alena,” Alena menyalami Lita.
“Lita.”
“Lita, Mami Lena ini punya butik khusus loh di Kemang yang menjual tas branded.”
“Butik apa namanya, Mam?” tanya Lita.
“Ladies Bag. Mampir dong ke sana. Koleksi terbaru semua loh.”
“Insya Allah kapan-kapan,” kata Lita.
Bu Gamar datang menghampiri mereka.
Zus Nan, ane pamit dulu, ya.”
“Kok buru-buru, Zus? Mo ke mana?” tanya Zus Nance.
“Anak-anak pada ngajakin ke Kidzania. Kebenaran Abi mereka juga lagi nggak sibuk.”
“Mami Alena, Zus Gamar ini juga katanya mo buka butik khusus penyewaan tas branded loh,” kata Zus Nance promosi.
“Hah? Disewakan? Emang ada yang mau?” tanya Alena.
“Eit, jangan salah, Zus. Rame loh peminatnya, mulai selebritis sampe PNS juga ada.”
“Oh, ya?”
“Ya, iyalah. Coba Zus pikir, ngapain mereka beli tas brandedmahal-mahal kalo hanya untuk sekali dipake ke pesta? Mendingan juga nyewa. Kalo beli KW juga malu dong ah, mendingan nyewa.”
“Mahal nggak nyewanya?”  Lita bertanya.
“Terjangkau kok. Nggak harus bayar cash, bisa pake kartu kredit. Udah ya, saya pamit dulu.”
“Kalo saya sih daripada nyewa, mendingan beli. Nyewa kan udah dipake banyak orang. Emangnya tas saya piala bergilir apa?” Bu Tike nyinyir.
“Terserah ente dah. Nyatanya buanyak banget yang udah inden pengen nyewa koleksi tas saya, padahal butiknya di buka aja belom.”
Setelah Bu Gamar meninggalkan kafe, Bu Tike bertanya, “ZusNan, kapan Mbak Sylvi datang? Saya banyak acara lain nih. Udah ditungguin.”
“Iya, bentar lagi. Tadi eike sudah nelpon dia, katanya lagi macet di Melawai,” Zus Nance menjelaskan.
“Haduh, kenapa sih nggak naik helikopter aja? Kalo nggak punya duit, bilang dong. Biar dibeliin,” ujar Bu Tike.
“ …..”
****
Kafe itu terletak di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Sylvia diundang untuk memberi tips tentang bagaimana menjadi seorang istri yang baik, di acara ulang tahun Nyonya Nadia ‘Nance’ Gondokusumo, seorang sosialita terkenal di Jakarta. Di depan kafe, berderet puluhan mobil mewah dengan berbagai merek. Sylvia melangkahkan kaki memasuki kafe itu.
“Silahkan, Mbak Sylvi. Sudah ditunggu loh dari tadi,” kata Zus Nance.
“Maaf, saya telat. Tadi macet di Melawai gara-gara rombongan Presiden lewat.”
“Ah, itu sih bukan berita lagi. Oke, langsung dimulai aja, Mbak.”
Sylvia maju ke tengah panggung ditemani ZusNance yang berulang tahun hari itu.
“Jeng-Jeng, kali ini saya sengaja mengundang Mbak Sylvia Paramita, pemilik sekolah kepribadian  Be You, sekaligus pendiri Komunitas Cinta Sejarah, sebuah komunitas yang terkenal di Jakarta. Beliau akan memberikan materi mengenai kiat menjadi istri yang baik. Bukan begitu, Mbak Sylvi?”
“Bukan,” jawab Sylvia tenang.
Wajah Zus Nance merah padam. Ibu-ibu tertawa cekikikan.
“Oke, silahkan Mbak. Langsung aja.”
“Selamat siang, Ibu-Ibu. Maaf saya terlambat. Tadi macet sekitar 3 jam di Melawai karena alasan klasik, rombongan Presiden lewat,” Sylvia membuka percakapan.
Beberapa ibu-ibu di barisan depan  tersenyum.
“Kali ini saya akan menyampaikan materi yang sangat dekat dengan kehidupan Anda semua. Materi ini saya beri judul  Kiat Sukses Menghabiskan Uang Suami’.”
Suara berisik di barisan belakang tiba-tiba senyap.
Sylvia melanjutkan, “Ibu-Ibu sekalian, para sosialita harapan bangsa. Sadarkah Anda semua betapa beruntungnya suami-suami Anda memiliki Anda?  Langka loh bisa punya seorang istri yang cantik karena hasil operasi palstik. Tidak bisa masak, tidak bisa ngurus anak, tidak bisa ngurus suami, tapi paling rajin ngumpul-ngumpul arisan, sibuk belanja dan pamer barang-barang mewah dari luar negeri yang tidak membawa dampak yang signifikan bagi para pelaku industri kecil di tanah air.”
“Bagaimana ekonomi Indonesia mau mencapai tujuh digit kalau kita tidak mau menggerakkan roda perekonomian bangsa sendiri dan mengurangi pengangguran di dalam negeri, tapi malah sibuk kasih kerjaan ke pekerja di Perancis dan Italia sana dengan mengonsumsi tas dan sepatu buatan mereka?”
Zus Nance melotot. Mulutnya menganga lebar. Selebar tol Cipularang.
 “Ibu-Ibu sekalian, para sosialita harapan bangsa.  Di pundak kalianlah kami sandarkan tas Hermes seharga seratus juta. Mudah-mudahan tulang kalian kuat memikulnya, karena mereknya terlampau berat.  Jauh lebih berat dari berat tas itu sendiri. Bahkan lebih berat dari banyaknya kemiskinan dan korupsi yang sudah kadung menahun di negeri ini.”
Lolita yang duduk di samping Zus Nance tertawa keras. Semua mata tertuju padanya.
“Ibu-ibu sekalian, saya ingin membagi rahasia bagaimana cara sukses menghabiskan uang suami Anda. Ssst, ini rahasia loh. Jangan bilang-bilang yang lain, ya? Caranya gampang, segeralah mengajukan permohonan membuat kartu kredit. Ada yang belum punya? Segeralah membuatnya. Dengan kartu kredit, Anda tinggal gesek aja kalau tiba-tiba nafsu konsumtif Anda kambuh di mal seperti penyakit ayan. Tidak perlu repot mengancam suami segala. Ancaman nyata akan terlihat jelas di bulan berikutnya, saat tagihan kartu kredit suami Anda membengkak, dan tentu saja suami-suami kalian yang malang itu yang akan membayarnya.”
Lolita terbahak. Zus Nance menatapnya geram.
“Dengan kartu kredit, betapa hidup menjadi jauh lebih mudah, Anda pun tidak perlu takut kecopetan di jalan. Tenang aja, Jeng bro. Pencopet kita masih  primitif kok, belum tertarik dengan uang plastik. Pesan moral dari materi saya kali ini adalah:  Karena tidak semua hal di dunia ini dapat dibeli dengan uang, untuk itulah kita perlu kartu kredit. Dan kalau Anda sudah bosan dengan suami Anda yang mulai tua dan kurang bergairah, saya siap menyediakan brondong-brondong ganteng yang bisa disewa. Tinggal sebut saja mau ngadain arisan brondong di hotel mana. Dan kabar baiknya, saya juga menerima kartu kredit sebagai bentuk pembayaran alternatif, buat jaga-jaga kalau uang  Anda sekarat. Sekian materi saya untuk hari ini. Selamat siang.”
Sylvia berlalu santai meninggalkan kafe.
(BERSAMBUNG)

#DigitalDiary Dalam Episode: 2013

$
0
0


2013
My Life is Brilliant

Judul di atas diambil dari judul diari saya tahun 2013, my life is brilliant. Yup. Diari sederhana dari buku tulis  yang ditulis dengan bulpen/ pena. Saya mulai menulis kembali diari secara sistematis, lengkap dengan hari, tanggal, dan bulan, sejak awal 2013 silam. Tujuannya untuk merekam perjalanan hidupku, sesederhana apapun itu, dalam sebuah diari digital alias blog pribadiku.
Kalimat my life is brilliant sendiri terinspirasi dari lirik lagu  you’re beautiful-nya James Blunt, My life is brilliantmy life is pureI saw an angelof that I’m sure,She smiled at me on the subway,she was with another manbut I won't lose any sleep on thatcause I got a plan...gitu deh :)

Lanjut!
2013 sendiri bagiku adalah tahun yang penuh gejolak. Mulai dari gagal menjadi komisioner di sebuah lembaga karena masih ‘lugu’, bisa mengendarai motor (sebelumnya nggak bisa dan naik oplet ke mana-mana) ditunjuk untuk menjabat sebagai ketua divisi sastra dan penerbitan di sebuahorganisasi kepenulisan, sampai ketemu backpacker dari Wina, Austria, di akhir tahun. Seru, ya? Makanya, saya pikir sayang kalo hanya ditulis di buku dan tidak dipublikasikan di blog. Barangkali bermanfaat bagi pembaca.
NB: Diari digital ini ditulis dengan keterangan waktu dan tempat yang sama persis dengan diari pribadi Vivi. Untuk kejadian dan nama orang yang sifatnya sensitif, terpaksa disamarkan. Selamat membaca :)


#DigitalDiary "Tersesat di Jalan yang Benar"

$
0
0


Nama asliku Dwi Septiana Alhinduan. Alhinduan itu marga atau famku, dan tidak ada hubungan sama sekali dengan agama Hindu. Nama panggilanku Vivi. Nggak nyambung, kan?  Saking nggak nyambungnya, nama itu juga bisa merangkap sebagai nama pena.
Tulisan ini menjadi sub-judul pertama dalam buku personal literature  Digital Diary. Digital Diary sendiri merupakan proyek pribadiku. Aku sudah menulis-kembali-diari secara teratur dan sistematis sejak 1 Januari 2013 hingga sekarang sudah menghabiskan lima buku tulis dan pena yang tak terhitung jumlahnya. Kenapa memilih sub-judul ini ? karena aku dua kali pernah merasakan ‘tersesat’ di  bidang yang sebetulnya bukan bidangku. Bahkan, sebenarnya menjadi penulis juga bukan cita-citaku, tapi terpaksa.
Aku alumni SMAN 1 Pontianak, Jurusan IPS. Di sekolah kami yang (katanya) favorit itu, tidak ada jurusan Bahasa. Penjurusan pun baru ada pas naik kelas 3 alias cuma setahun. Padahal kalo mau jujur, baru di kelas 3 itulah aku bahagia sekali. Yup. Bahagia. Karena selama 2 tahun menempuh pelajaran di SMA, aku stres berat karena otak kiriku setiap hari selalu ‘digempur’ dengan pelajaran-pelajaran eksakta seperti Matematika, Fisika, dan Kimia. Mungkin kalo otakku ini ibarat es batu, pasti udah meleleh.
Biologi masih agak mendingan. Tapi kalo trio eksak itu, nggak sanggup deh. Selama di kelas 3 IPS, aku benar-benar merasakan apa yang disebut oleh para ahli ‘belajar sambil bermain’ dan ‘main-main dalam belajar’.  Setiap jam pelajaran kosong, kami berempat, aku, Rita, Vita, dan Nindy selalu jalan-jalan ke kantin di dekat sekolahku, sampai jam pelajaran berikutnya akan dimulai, baru kami kembali. Menyenangkan, ya?
Tapi ketika kuliah, aku ‘tersesat’ di jurusan Akuntansi. Sebenarnya, akuntansi itu bagian dari ilmu ekonomi yang terdapat di Jurusan IPS. Justru kalo masuk ke IPA, kita nggak bakal nemu akuntansi. Tapi masalahnya, selama di kelas 3, aku dapat pelajaran akuntansi cuma 2 jam seminggu. Itu pun ditaroh di hari Sabtu, jam terakhir pula.
Nah, pas kuliah di Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak, Fakultas Ekonomi, JUrusan Akuntansi, otomatis porsi untuk mata kuliah akuntansi sekitar 90%, sisanya kami diberikan mata kuliah ekonomi lain, seperti manajemen pemasaran, Matematika Ekonomi, Statistik, Ekonomi Pembangunan, Manajemen Strategi dan lain-lain. Mata kuliah di luar akuntansi itu diajar oleh dosen dari jurusan Ekonomi Pembangunan dan Manajemen, karena waktu itu dosen akuntansi masih terbatas jumlahnya.
Sebenarnya, Akuntansi Untan adalah pilihan keduaku. Pilihan pertama, Komunikasi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, tapi nggak lulus. Sebenarnya lagi, aku ngebet banget pengen kuliah di Sastra Inggris Univ Indonesia (UI) tapi nggak diijinkan ayah. Karena kesal, akhirnya secara impulsif (maklum, anak SMA, masih kuat galaunya) aku mencari jurusan di Untan yang diajar oleh dosen UI. Kebetulan waktu itu, setiap semester, dosen dari UI mengajar kuliah umum di Akuntansi Untan. Jadilah aku masuk ke sana karena pengen diajar sama dosen UI.
Ayahku sempat menyuruh masuk FKIP  jur Pendidikan Bahasa Inggris. Namun karena sebagai anak yang baru tamat SMA (yang katanya favorit itu) dan egoku masih tinggi, aku langsung menolak mentah-mentah tawaran itu. Aku nggak mau jadi guru, itu alasanku. Padahal, kan, lulus dari FKIP nggak mesti jadi guru keles?
Singkat kata,, meskipun aku ‘terdampar’ di jurusan berat itu, tapi aku tidak mau menyalahkan siapa pun, selain kebodohanku sendiri. Bagiku, akuntansi adalah jalan yang-memang-benar. Tidak ada yang salah sedikitpun dengan akuntansi. Akulah yang ‘tersesat’ di jalan yang benar itu. Apakah penderitaanku sudah berakhir? Ternyata belum. Setelah tamat kuliah, aku kembali ‘tersesat’ untuk kedua kalinya. Nasib L

Sebenarnya, aku nggak pengin jadi penulis. Impianku adalah menjadi seorang jurnalis alias wartawan. Serius. Tapi lagi-lagi karena kondisiku waktu itu yang belum bisa mengendarai motor (kalo naik motor sih gampang, tinggal naik aja, kan?) terpaksa aku urungkan niatku menjadi jurnalis. Waktu itu, media aka portal online belum menjamur seperti saat ini. Paling Cuma detik.com. sementara  di media-media mainstream, kita harus ngantor, kadang sampai tengah malam. Kalo cuma pulang-pergi ke kantor sih nggak masalah naik oplet, tapi kalo harus meliput ke lapangan, kan ngggak mungkin harus naik oplet (baca: angkot). Yang pasti duit bakalan cepat habis.  Akhirnya kuputuskan untuk mengurungkan niat menjadi jurnalis. Aku akhirnya memilih menjadi penulis ( hidup itu pilihan, bro J ) di mana aku bisa kerja dari rumah.
Waktu itu, di rumah ada personal computer, tapi belum punya koneksi internet ( bahkan sampe sekarang lho). Jadilah aku mem-betah-kan diri menulis di PC. Setelah selesai menulis beberapa cerpen, aku jalan kaki ke warnet di dekat rumahku. Ada dua buah warnet tak jauh dari rumahku. Jadi, kalau warnet yang satu tutup, aku tinggal pergi ke warnet satunya lagi. Begitu seterusnya. Modalnya cuma flashdisc  yang menyimpan cerpen-cerpen yang siap kirim. Itu kulakukan selama bertahun-tahun, dan sudah menghasilkan dua buah buku nonfiksi tahun 2011 dan 2012 silam. (silahkan lihat di biodata penulis, halaman terakhir).
Jadinya, selama 10 tahun terakhir, aku lebih dikenal sebagai seorang penulis dibanding jurnalis. Baru pada Mei 2015 aku resmi diminta menjadi jurnalis di sebuah portal online milik seorang teman, setelah aku mahir mengendarai motor dan resmi punya SIM C. apakah aku harus turun ke lapangan tiap hari? Ternyata tidak sama sekali. Sebulan pertama, setiap bangun tidur aku langsung menyalakan laptop, mencolokkan modem ke laptop, dan mulai meng-googling-ria. Tugasku mengedit berita-berita dari berbagai sumber di media/ portal online lainnya yang seabrek jumlahnya, untuk kemudian dipublish di media online milik temanku itu. Kadang seharian kerja, mandi Cuma sekali sehari. Dan sangat jarang keluar rumah.
Aku cuma mikir, seandainya 10 tahun silam keadaan sudah seperti ini, mungkin aku nggak akan pernah jadi penulis, tapi langsung start sebagai online jurnalis. Tapi semua sudah kehendak Tuhan. Seperti kata pepatah, manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan. Dan orang lain yang seenaknya mengomentari hidup kita di Facebook, Twitter, dan Instagram mereka. Haduh!

Pengin Belajar di Kampung Inggris? Siapkan Budget Kamu untuk Empat Pos Pengeluaran Ini

$
0
0


Kampung Inggris di Desa Pare, Kab. Kediri, Jawa Timur ini memang sangat menggoda kaum muda-khususnya para pelajaruntuk memperdalam kemampuan berbahasa Inggris, sekaligus liburan ke sana. Biasanya, waktu yang diperlukan untuk belajar plus tinggal di sana sekitar satu bulan. Otomatis, kamu harus menyiapkan budget untuk empat jenis  pengeluaran berikut. Apa saja? Simak, yuk!

 

1.     Biaya Kursus

Komponen biaya yang utama adalah biaya kursus, karena tujuan utama kamu ke sana pengin kursus, kan?  Untuk program kursus selama dua minggu di Pare, harga termurahnya sekitar  Rp 80.000-an.  Dan untuk  program kursus selama satu bulan harga termurah adalah Rp 200.000an. lumayan terjangkau, ya? Harga bervariasi, tergantung lembaga kursusnya. Harga juga beragam, tergantung program apa yang kamu ambil. Berikut keterangan lengkapnya:

Daftar  program, jangka waktu, dan biaya
Jika kamu mengambil Listening program, harga yang dipatok sebesar Rp 110.000 hingga Rp 150.000 untuk dua minggu. Pronounciation, dipatok sebesar 100.000 rupiah hingga 135.000 rupiah. Sedang Vocabulary program sebesar Rp 80.000 sampai Rp 135.000, dan IELTS Program seharga 200.000 rupiah sampai 360.000 rupiah, tergantung lembaga kursus yang kamu ikuti. Keempat program tersebut hanya berlangsung selama dua minggu saja.
Kalau kamu tertarik mengambil Speaking Program selama 2 minggu, kamu harus menyiapkan budget sekitar Rp 100.000-Rp 175.000. sedang untuk satu bulan, Rp 200.000-Rp 210.000. jika kamu ingin mengambil kursus Grammar, maka budget yang harus kamu siapkan sekitar 110.000-200.000 Rupiah untuk dua minggu, dan 180.000 sampai 360.000 selama satu bulan.
TOEFLProgram selama dua minggu berkisar antara Rp 110.000 hingga Rp 285.000 dan untuk satu bulan harganya mulai dari Rp 200.000-Rp 420.000. harga termahal jika kamu mengambil Paket Les+Camp sekaligus. Selama dua minggu, kamu harus siap merogoh kocek sebesar Rp 450.000-Rp 725.000. sedang untuk satu bulan belajar, harga sekitar Rp 700.000-Rp 1.125.000. lumayan juga, ya?
2.      Biaya Kost
Komponen biaya kedua yang harus kamu siapkan adalah biaya kost. Mayoritas siswa di Kampung Inggris, Pare berasal dari luar kota dan harus menyewa kost selama kursus. Ada dua tipe kost di Desa Pare, yakni kost umum dan kost di daerah English Area. Apa sih bedanya? Nah, kalo ngekost di  English Area kamu wajib menggunakan Bahasa Inggris setiap saat. Sedang di kost biasa, aturan wajib tersebut otomatis tidak berlaku, guys J
Untuk  biaya sewa, kost  di English Area relatif  lebih mahal karena di sana juga terdapat program belajar dan tutor yang siaga mengawasi kamu selama 24 jam. Duh, ngeri, ya? J
Biaya kost di English Area berkisar antara 250 ribu400 ribu Rupiah per bulan. Sedang  kost biasa hanya 200 ribu250 ribuper bulan” (Harga teranyar 2015).
Ada dua catatan penting yang harus kamu ketahui:
1. Biaya sewa kost tetap dihitung 1 bulan meski kamu hanya tinggal selama 5 hari atau 1 minggu saja.
2. Sewa kost dihitung per Kepala bukan per Kamar. Rata-rata kost di Kampung Inggris diisi lebih dari 2 orang dalam 1  kamar. Jika kamu menempati kamar yang dihuni sebanyak 4 orang dengan tarif  Rp.200.000,- per orang, berarti yang harus kamu bayar adalah Rp.200.000,- per orang atau Rp.800.000,- per kamar. Wow!

So, kamu tertarik buka usaha kost-kostan di Kampung Inggris

Camp English Area

Camp English Area biasanya diisi 4-6 orang per kamar. Secara kondisi fisik, Camp English Area tidak berbeda dengan kost biasa. Kelebihannya adalah Camp Area  memiliki beberapa fasilitas yang sangat mendukung kemajuan bahasa Inggrismu. pengelola camp memiliki manajemen khusus untuk mempraktekkan hasil belajar di Course ke dalam kegiatan sehari-hari. Sebelum tidur,  ada acara meeting night, sebagai sarana untuk mengaplikasikan bahasa Inggris yang sudah kamu pelajari. Juga ada kegiatan conversation, dan discussion. Di pagi hari sebelum berangkat ke tempat les, juga  akan ada acara morning talk, yang diisi dengan penambahan kosa kata dan praktek langsung,
Ada 2 macam program yang bisa kamu pilih .
1. Camp integrated with course.  Kalau kamu mendaftar  secara online disebut sebagai Paket Les + Camp. Program ini diselenggarakan oleh masing-masing lembaga kursus yang bertujuan agar materi yang diberikan saat kursus dapat  terintegrasi dengan baik dengan pelajaran di camp.
Untuk update harga Real Time mengenai Paket Les + camp ini, kamu bisa buka di www.kampung-inggris.com.
2. Camp Only. Jika kamu mengambil program ini, kamu hanya mengambil program saat di camp di salah satu lembaga kursus,  tanpa terikat dengan satu program kursusnya. Sehingga kamu bisa memilih lembaga lain untuk program kursusnya.
Di area Camp, akan diterapkan peraturan-peraturan tertulis dengan mekanisme punishment atau hukuman apabila kamu melanggar. Hal yang paling strict  adalah kalau kamu kedapatan menggunakan bahasa Indonesia dalam area itu. Siap-siap aja bakal dapat hukuman. Tujuan dibuatnya peraturan-peraturan itu untuk semakin meningkatkan kemampuan bahasa Inggrismu. So, nggak masalah buat kamu yang memang niat banget mempelancar conversation.
Kos-kosan biasa
Jenis tempat tinggal ini tak ubahnya seperti kos-kosan pada umumnya. Karena  yang punya kos-kosan ini adalah penduduk asli, jadi sudah pasti tidak ada sistem kontrol yang mewajibkan kamu berbicara dalam bahasaInggris.
Jenis kost model ini sangat cocok buat kamu yang mengambil program Grammar, TOEFL, IELTS, alias program-program Non-Speaking. Justru  kalau dipaksakan masuk ke Camp English Area, yang ada malah kamu jadi over load / kelebihan jadwal belajar. Sehingga tujuan utamamu malah tidak tercapai secara maksimal.
Keuntungan lain yang bisa kamu dapat kalau memilih ngekost di luar Camp English Area ini, kamu punya ekstra waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk mengulang kembali pelajaran di tempat les. So, apa yang udah  kamu dapat tidak hilang begitu saja. Kamu juga bisa lebih siap dalam menghadapi ujian (setiap program ada ujian akhirnya) di lembaga kursus yang kamu ambil.
Intinya, kedua jenis tempat kost di atas punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka, kamu harus tetapkan dulu tujuan kamu dan tahu yang kamu butuhkan sebelum menentukan tempat tinggal mana yang pas buat kamu.
Kalau kamu mendaftar lewat Pendaftaran Online Kampung Inggris, admin telah membagi kost ke dalam 3 tipe yang dapat kamu pilih.
  • Kost Tipe 1 : 1 Kamar Diiisi 1 Orang,
  • Kost Tipe 2 : 1 Kamar Diisi 2 Orang
  • Kost Tipe 3 : 1 Kamar Diisi 3-4 orang.
Secara fisik, kost tipe 1,2,3 adalah sama. Ini  berarti kost tipe 1 secara fisik tidak lebih bagus dibanding kost tipe 2. Perbedaaan hanya pada jumlah orang per kamar. Selain itu, fasilitasnya sama.
Kondisi Fisik
Kondisi fisik kost umum  dan Camp English Area di Kampung Inggris sama. Alias sama-sama merasakan kondisi berikut:
  • Kamar Mandi di Luar
  • Mayoritas kasur tanpa dipan / ranjang, jadi di bawah kasur langsung lantai
  • Tidak  tersedia kipas angin
  • Tidak ada lemari khusus. Jadi kamu harus menyimpan baju di koper/ backpackmu
  • Kalaupun ada kost yang menyediakan lemari, satu almari untuk dipakai bersama dengan teman satu kamar.
3.      Biaya Hidup
Komponen biaya ketiga adalah biaya hidup.  Meliputi biaya makan, laundry dan kebutuhan lain. Namun jangan khawatir, ongkos makan sangat terjangkau. Satu kali makan porsi hemat dengan lauk dan sayur cukup dengan 5.000an rupiah. Ingin yang lebih enak? sepiring nasi ayam bakar harganya sekitar Rp 6.000-Rp 7.000 saja. Kalau pengen yang agak mahal dikit, makanan kelas kafe dengan 10.000an rupiah. Semua pilihan makanan ada, tinggal menyesuaikan selera dan budget.
Biaya hidup selain makan, seperti laundry, pulsa, ngemil ( lagi liburan ceritanya, jangan diet dulu ya J) dalam 1 bulan di sana, kamu  harus mengalokasikan anggaran sekitar Rp 200.000. Untuk menghemat biaya yang tidak perlu seperti laundry, kamu bisa mencuci baju sendiri. Pake tangan? Ya iyalah, masak pake kaki.
4.      Biaya Transportasi
Ada tiga alternatif menuju Kampung Inggris dari Jakarta. Pertama dengan kereta Api. Pilihlah kereta api yang melewati Stasiun Kediri. Dari Jakarta, ada empat kereta yang melewati Stasiun Kediri.  Kereta api Gajayana Kelas Eksekutif dengan harga Rp 435.000-Rp 535.000. K.A. Majapahit Kelas Ekonomi AC seharga Rp220.000 – Rp340.000, K.A Brantas Kelas Ekonomi Reguler yang mematok harga sangat ekonomis buat kantong kamu, hanya Rp.55.000 saja. Terakhir adalah K.A Matar Maja, Kelas Ekonomi Reguler dengan harga tiket yang dibandrol cuma 65.000 rupiah.

Setiba di Stasiun Kediri, harus naik becak menuju Kantor Pos Kediri. Biaya paling mahal sebesar Rp.10.000,- . dengan waktu tempuh  antara 5 – 10 menit. Sampai  di kantor pos, kamu bisa memilih angkutan menuju Kampung Inggris. Yang paling umum adalah naik angkot P (kode dari Angkot Pare). Biasanya lewat di depan pos paling lama tiap setengah jam sekali. Ongkosnya  Rp.15.000, tapi akan dikenakan biaya tambahan untuk koper kamu, jadi total biaya yang harus kamu bayar sekitar Rp 20.000.
Perjalanan berkisar 50 menit hingga 1,5 jam. Angkot ini banyak ngetemnya lho. Para sopir angkot biasanya akan menurunkan kamu di Mahesa,  Jalan Brawijaya. Dari situ, kamu masih harus naik becak lagi  untuk menjangkau Camp / Lembaga kursus kamu. Seru, ya?  Selain belajar dalam arti yang sebenarnya, di Kampung Inggris ini kamu juga akan belajar hidup lho. Selamat datang di Kampung Inggris, guys 
Note: semua sumber tulisan di atas disadur dari KAMPUNG INGGRIS

Roti Cane Kemasan Miq & Zein yang Praktis dan Lezat

$
0
0
Sejak awal mendirikan usaha kuliner pada 2005 silam yang diberi nama Mix & Zein, Wardah Surya  sudah menjual Roti Cane dalam kemasan yang menarik.  Awalnya Wardah membuat es krim dan usaha katering selama 2 tahun, melayani pesanan untuk Bank Kalbar. 

“Waktu itu belum diberi merek,” ujar ibu dua anak ini.


foto: Facebook Wardah Surya



Sejak 2 tahun lalu,Wardah memberanikan diri  mengikuti pelatihan CEFE untuk pengusaha pemula di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalbar. sebelum menggunakan merek Miq&Zein, ia sudah  3 kali berganti merek, pertama Lovely, lalu Mix Catering dan Miq Ice Cream, hingga pada Februari 2016 silam menjadi Mix and Zein.  Khusus untuk Roti Cane, ia mempertahankan resep tradisional warisan leluhur. Juga untuk  untuk bingke dan tart susu.

Dengan harga jual produk Rp 18.000 per kemasan (isi 5 buah) setiap bulan ia meraup untung sebesar Rp 2 juta per bulan. Ke depan, ia berharap dapat membuka kafe dan membuat badan usaha berupa CV. Roti Cane buatan Wardah biasa dipesan untuk acara arisan, ulang tahun, selamatan , aqiqah, tahlilan  hingga  pesta  pernikahan di gedung.



“Untuk acara pernikahan, kami juga melayani pemesanan roti cane tanpa kuah dan dengan kuah. Tapi kami tidak bisa melayani untuk kuah jika hanya memesan 1 atau 2 porsi saja.Minimal pemesan  25 porsi kalau mau pakai kuah,” jelasnya.

Selain menjual roti cane, ia juga menjual  bingke telur, es krim,  Tart susu, chiffon cake butter susu, keripik pangsit, serta berbagai macam lapis legit. 

NB: artikel ini hasil wawancara langsung Vivi Al-Hinduan dengan narasumber

Cemilan Khas Pontianak Coba Tembus Pasar Asia Tenggara

$
0
0


EntrepreneurKreatif-Deddy Supriadi menciptakan merek Billionaire cokelat dan krispis dengan produk andalan yang diberi brand ‘Cempon’, yang merupakan singkatan dari Cemilan Pontianak. Cempon merupakan produk cokelat batangan pertama di Pontianak yang mengangkat konten-konten daerah lewat tulisan-tulisan unik di bagian belakang kemasannnya. 
foto: Facebook Deddy


Selain cokelat, ia juga membuat kudapan dari pisang nipah khas Desa Segedong, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, di mana pisang nipah sudah menjadi komoditi utama dan juga menjadi produk unggulan Kalbar selain lidah buaya. Di bawah CV Billionaire Kei Cokelat Indonesia, ia juga memproduksi kudapan yang diberi nama ‘Krispis’.
Dengan kemasan yang menarik dan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), produk Deddy berhasil menembus retail modern hingga Bandara Internasional Supadio.
Foto: Facebook Deddy 

Deddy sudah mengirim produk Cempon dan Krispis  ke  Jabotabek, Bandung, dan Yogyakarta. Deddy  menjual produk cokelat dan keripik pisangnya dengan kisaran harga mulai Rp15.000 hingga Rp20.000, dan berhasil meraih omzet per bulan sebesar Rp150 juta – Rp200  juta.
“Di tahun 2016 ini, insya Allah kita akan mengeluarkan produk terbaru dari cokelat Cempon dengan inovasi  rasa terkini,” ujar Deddy.

Produk cokelat Cempon dan Snack Krispis tidak sekedar bukan sekedar menjual produk semata, tapi juga mempunyai visi untuk membangun UMKM di Kalbar dan mendorong agar lebih berani memasarkan produknya di tingkat nasional, bahkan ASEAN.
“Bapak Wakil Walikota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, sangat mendukung dan mendorong para 

pelaku UMKM agar mereka bisa bersaing  dengan daerah lain di Jawa,” kata Deddy menutup pembicaraan.

artikel ini pernah ditulis oleh Vivi Al-Hinduan untuk jurnalekonomi.co.id

Shoelicious, the Happiest Place for Your Shoes

$
0
0
Outlet penjualan sepatu yang semakin marak di Pontianak, mendorong Gerry Sugianto berpikir keras untuk membuka startup business yang tentunya berbeda. Konsep laundrysepatu pun terbesit di benak Gerry sehingga ia mendirikan ‘Shoelicious’.

Shoelicious didirikan di Pontianak pada Maret 2015. Saat itu, Gerry yang tergabung di komunitas Indo Runners Pontianak mencoba menawarkan jasa pencucian sepatu olahraga ke teman-temannya di komunitas tersebut. Sekitar Juli 2015, Shoeliciousbekerjasama dengan Swales Barber Shop yang berlokasi di Jl. Putri Daranante, Pontianak. Saat ini, Shoelicious sudah mempunyai tiga cabang di Pontianak dengan dengan total enam orang karyawan.

Shoelicious menawarkan tiga jenis service, yaitu pencucian, pewarnaan ulang sepatu yang sudah usang, dan customize sepatu. Selain itu tiga jenis service tersebut, Gerry juga memulai produksi dengan merk Shoelicious.

Shoelicious terkenal sangat detail dalam membersihkan sepatu pelanggannya. Gerry juga menawarkan jasa fresh cleaning, di mana pelanggan dapat menunggu selama 15 menit untuk proses pembersihan sepatu. Gerry pun mengaku bisa mendapat omzet Rp 10juta – Rp 15juta setiap bulannya.
sumber foto: entrepreneur.bisnis.com

Gerry tidak menutup kemungkinan adanya pesanan dari luar Pontianak. Bahkan, Shoelicious juga biasa menerima pesanan dari Pulau Jawa. Sistemnya adalah pelanggan harus mengirimkan sepatunya ke Pontianak dengan menggunakan jasa ekspedisi, setelah proses laundry selesai, sepatu akan dikirim balik ke pemiliknya. Memang agak kurang efektif, namun setidaknya pelanggan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh Shoelicious.
Gerry pun mempunyai impian untuk membuka beberapa gerai Shoelicious di luar Pontianak, dengan tujuan untuk memperluas cakupan bisnisnya dan tentu saja mendapatkan customeryang lebih banyak lagi.
NB: artikel ini pernah ditulis oleh Vivi Al-Hinduan untuk  http://jurnalekonomi.co.id


Viewing all 390 articles
Browse latest View live