Quantcast
Channel: entrepreneur KREATIF
Viewing all 390 articles
Browse latest View live

Om Teenlit Om

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Berhubung ada suatu keperluan, saya terpaksa mewajibkan diri untuk membaca teenlit. Padahal, selama ini saya sangat jarang sekali membaca teenlit-kecuali jaman SMP dulu paling suka baca Lupus, dan akibatnya cerpen saya yang berkisah tentang remaja hasilnya sangat3x jelek. nah, saya nanya seorang teman di Bekasi yang spesialis menulis novel remaja (baca: teenlit) lalu dia merekomendasikan sebuah novel teenlit yang menurutnya bagus dan sudah difilmkan. Karena dia ahlinya, saya percaya aja.


Walhasil, Senin kemarin saya bela-belain melesat ke toko buku di di dalam mall dan hasilnya nihil. Novel tersebut habis stok. Besoknya saya ke perpustakaan provinsi, juga nggak ada novel teenlit karya penulis tersebut. Bukan cuma itu, bahkan nyaris tidak terdapat teenlit terbaru seperti misalnya Fairish (eh, udah lama ya itu) Dear Nathan, Dilan, dan Refrain-nya Winna Effendi. Yang banyak justru novel-novel untuk pembaca dewasa seperti tetralogi Pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Toer yang tebalnya saja 400-500-an halaman dengan isi yang tak kalah 'berat' dibanding berat si novel. Tadi pagi saya bahkan mampir ke perpustakaan Kota dan hasilnya sama saja.

Jadi, bisa dibayangkan kalau minat remaja kita (usia SMP-SMA) berkunjung ke perpustakaan-termasuk perpustakaan sekolah, sangat minim. Barangkali salah satu penyebabnya karena buku-buku yang ada sudah 'tua' dan tidak ada buku fiksi yang menarik dan sesuai dengan umur dan minat mereka. Bagi yang tinggal di perkotaan dan punya ponsel android, mereka umumnya mengunggah aplikasi wattpad yang gratis dan dibaca saat jam pelajaran berlangsung. Alasannya? biar nggak ngantuk. Miris, ya?

Saya jadi merenung (yaelah, sok tua amit) barangkali sudah saatnya kita berhenti menyalahkan rendahnya minat baca anak-anak remaja kita karena sebenarnya minat baca mereka sangat tinggi, kok. Yah, minimal setara dengan minat bacotnya. Hahahahanjir!  Buktinya, wattpad laris manis dibaca. Tapi, kenapa mereka ogah ke perpustakaan yang juga menyediakan buku-buku untuk dipinjam gratis dan dibawa pulang? Barangkali-sekali lagi, karena buku-buku di perpustakaan tidak lengkap dan kalaupun lengkap, tidak update. Biasanya itu buku sastra jaman Pujangga Baru masih betah aja nangkring di rak perpus. 

Mungkin sekali-sekali pelajar kita perlu demo di depan Pak Menteri Pendidikan sambil teriak, "Om teenlit, Om," demi memperjuangkan hak mereka mendapat bacaan kece yang lagi happening di toko buku, bukan buku-buku sastra tempo doeloe. Yah, semoga.

Review Novel O

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Penulis spesialis novel kanon, Eka Kurniawan, kembali meluncurkan novel terbarunya pada Maret 2016 lalu, berjudul O. Ya, benar. Novel itu hanya terdiri dari satu huruf vokal saja: O. Novel O ini sangat berbeda dengan novel-novel karya Eka Kurniawan sebelumnya. Novel O seperti kisah fabel modern dengan tokoh utama seekor monyet bernama O dan pacarnya, Entang Kosasih yang bisa berubah menjadi manusia. Selain itu, semua binatang dan benda mati pun di-alegorikan dalam novel ini. Kirik si anak anjing, revolver sang polisi, Manikmaya, tikus betina yang pintar meramal, burung kakatua, hingga kaleng sarden bekas bisa berbicara dan bercerita layaknya manusia. Menarik sekali. Di novel ini, Eka juga terlihat lebih ‘relijius’ dibanding novel-novel sebelumnya.



Di beberapa bagian Eka membawa nilai-nilai spiritual yang dalam, halus dan tidak menggurui. dia berbicara perihal ibadah shalat, belajar mengaji dan melakukan kontemplasi keilahian. tersirat memang. tapi pembaca diajak kembali pada masa kanak-kanak yang pernah semenyenangkan itu di masa lalunya.

“Ia tidak peduli mereka bisa melakukan apapun yang mereka inginkan. tapi mereka tak akan menangkap seseorang hanya karena tidur di waktu tidur, shalat di waktu shalat, dan pergi kerja di waktu kerja.” (O, hlm. 178)

Jujur, stigma Eka Kurniawan yang terkenal sebagai penulis novel kanon, membuat saya agak terkejut Eka mampu menghadirkan nilai islami dalam novelnya. Novel ini juga agak ‘sopan’ dibanding semua novel Eka sebelumnya.

Di bagian cover belakang hanya tertulis “tentang seekor monyet yang ingin menikah dengan kaisar dangdut”.



Novel setebal 470 halaman ini diselesaikan Eka dalam waktu 8 tahun. Sepanjang 2008 sampai 2016. Novel terlama yang pernah dia tulis. Saking menariknya novel ini, pihak penerbit Gramedia Pustaka Utama berani mengambil resiko dengan menerbitkan cetakan pertama sebanyak 15.000 ekslemplar. Wow! Barangkali pihak penerbit terinspirasi dari kalimat Entang Kosasih kepada pacarnya, 

Hidup tanpa resiko adalah hidup yang tak layak dijalani, Sayangku.


Ada beberapa kutipan menarik novel ini.

"Kau tahu, semua makhluk hidup dengan alat pembunuh, tanpa itu mereka tak akan bertahan di dunia ini (O, hlm 233)

"Aulia berkeliling menggunakan topeng monyet dengan monyet (armo gandul) untuk menyebarkan agama islam di tanah jawa" (O, hlm. 230)

“Ada juga hal yang sabar mendekam : dendam. Ia bisa menyala berkobar membakar apa saja. di lain waktu, ia barangkali hanya bara kecil yang terpendam. dendam dilahirkan untuk sabar mendekam.” (O, hlm. 129)

Eka meramu kisah para tokoh dalam novel dengan apik. Dibumbui kehidupan masyarakat urban yang akrab dengan bahasa sehari-hari. Pekerja topeng monyet, Bencong, Sepasang Pemulung, Pengangguran, Mantan teroris, Preman, Polisi, Tukang Pukul, Penyanyi dangdut ibukota, Kiai kampung, dan Gadis Pekerja Phonesex (yang juga bernama O) diceritakannya secara tekun dan hati-hati.


Novel ini juga membicarakan tentang reinkarnasi. perihal ikan yang suatu masa berubah menjadi monyet. perihal monyet yang suatu masa berubah menjadi manusia, juga manusia yang suatu masa berubah menjadi binatang lain. Eka bercerita tentang kematian untuk kelahiran kembali. Juga tentang mitos babi ngepet.  Dan, tentu saja, tentang cinta.
“Cinta tak ada hubungannya dengan kebahagiaan, meskipun cinta bisa memberimu hal itu. aku menderita karena cinta. dan aku terus menderita karena aku terus mencintai ia yang membuatku menderita.”(O, hlm. 251)

Adalah Manikmaya, seekor tikus betina yang mengucapkan kata-kata bijak tersebut kepada O, saat si monyet perempuan bertanya perihal kekasihnya, Entang Kosasih, yang konon telah berubah menjadi eorang Kaisar Dangdut. Cinta juga hadir dalam kisah seorang kiai kampung tua yang buta.

“Bukan cinta yang membuat kita buta, tetapi keyakinan” ujar sang kiai (O, hlm 392)

Lalu Kirik. Seekor anak anjing yang menceramahi tokoh utama si monyet O.

“Cinta dan ketololan seringkali hanya masalah bagaimana seseorang melihatnya” (O, hlm. 216)

Tak mau kalah, tokoh utama monyet O pun membalas.

“Cinta. Kau tak pernah mengerti cinta. maka kau tak kan mengerti arti tali yang mengikat satu makhluk ke makhluk lain.” (O, hlm. 400)


Entang Kosasih yang batal menikahi kekasihnya (monyet O) karena keburu berubah menjadi manusia dan berprofesi sebagai penyanyi dangdut ngetop itu bahkan sempat-sempatnya mengajarkan kita banyak hal tentang keberanian bermimpi, ambisi dan keyakinanmeraih mimpi, serta tanggung jawab. bahwa perubahan tanpa keyakinan yang kuat dan kesabaran yang ekstra untuk mencapai tujuan adalah omong kosong besar.

Beberapa novel karya Eka bahkan isebut-sebut berkelas internasional, setara dengan penulis internasional seperti Gabriel Garcia atau Franz Kafka. Dengan latar belakang pendidikan Filsafat UGM dan menulis skripsi tentang realisme sosialisnya Pramoedya Ananta Toer menunjukkan Eka adalah penulis yang tidak sembarangan. Di bagian akhir yang berkisah tentang Betalumur, pawang topeng monyet yang suka menyiksa O, yang di kemudian hari berubah menjadi seekor babi ngepet dan tewas mengenaskan, Eka Kurniawan mengutip kalimat terakhir di novel Animal Farm karya George Orwel. Kiranya, novel tipis itu telah mengilhaminya menulis alegori setengah relijius ini. bravo, bro!



(Tidak) Semua Bisa Jadi Penulis

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Meski terdengar pesimis dan bertentangan dengan pendapat umum yang tengah trend saat ini bahwa semua (pasti) bisa jadi penulis, namun percayalah, tidak semua bisa jadi penulis (yang berkualitas). Hanya karena semua kita di negeri ini telah belajar membaca sejak SD dan mendapat pelajaran Bahasa Indonesia selama 12 tahun dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SMA, namun antara membaca dan menulis adalah dua hal yang berbeda. Membaca adalah proses mengonsumsi, menulis adalah proses  memproduksi.







Namun, tidak semua yang telah terbiasa mengonsumsi bacaan sejak SD, sudah pasti mahir pula memproduksi bacaan. Ada sebuah proses yang harus kita semua lewati  di antara proses mengonsumsi dan memproduksi itu, yang bernama ‘jam terbang’. Jam terbang itu meliputi proses belajar selama bertahun-tahun, ditolak, dikritik, dan berbagai proses lainnya yang wajib dilalui oleh seorang ‘konsumen’ bacaan untuk bisa naik tingkat  menjadi ‘produsen’ bacaan. Tidak mudah memang. Penuh liku, terutama di awal belajar. Tidak ada sesuatu yang instan, ujuk-ujuk, dan simsalabim dalam dunia penulisan.

Dunia literasi (penulisan) adalah dunia yang sunyi. Dunia yang sendiri. Dunia yang jauh dari ingar bingar dan sorotan lampu media yang membutakan. Penulis tidak butuh itu. Jangan membuai mimpi para konsumen bacaan dengan menihilkan proses yang bernama ‘jam terbang’ untuk bisa ‘loncat’ menjadi produsen bacaan secara instan. Saya pribadi, bahkan sudah 12 tahun menekuni dunia kepenulisan dan menghasilkan empat buah buku. Tapi hingga saat ini, saya masih terus belajar dari para penulis senior dengan membaca buku-buku mereka. Apa yang saya pelajari? Banyak. Terutama penulisan EYD yang benar, diksi sang penulis, dan hal-hal teknis lainnya. Termasuk tentu saja, bagaimana si penulis mampu menulis cerita yang membuat orang tertarik untuk membeli bukunya.


Saya sendiri baru berani menulis novel setelah menghasilkan sekitar 20 buah cerpen yang sebagian dimuat di media cetak lokal dan nasional. Tidak ujuk-ujuk. Tidak instan. Saya sudah melewati ‘10.000 jam’ yang kira-kira setara dengan 2 tahun proses jatuh bangun. Saya sudah melewati berbagai profesi dalam dunia kepenulisan, kecuali menjadi penulis skenario film saja yang belum pernah saya jalani. Dan masing-masing sub bidang itu punya aturan sendiri-sendiri yang harus dijalani secara sabar sambil banyak belajar. Hanya karena Anda seorang penulis yang sudah menghasilkan 4 buah buku (doakan yang kelima segera terbit), belum tentu Anda pasti bisa menjadi jurnalis yang baik, menjadi blogger papan atas, atau penulis puisi (baca: penyair) yang kece seperti Joko Pinurbo dalam waktu 3-4 bulan. Apalagi jika sebelumnya memang tidak pernah menulis sama sekali. 

Jalani prosesnya, seberat apa pun itu. Jangan pernah berharap pujian terhadap hasil karya kita-terutama karya perdana. Ikuti berbagai lomba kepenulisan lokal dan nasional untuk menumbuhkan semangat kompetisi secara positif, meskipun tidak menang. Kirim karya tersebut ke media sebagai test the water terhadapkualitas karya Anda. Jika karyamu sudah lebih dari tiga kali dimuat di media cetak/ online kelas lokal, cobalah mengirimkannya ke media nasional. Jika semua itu tidak berani Anda lakukan, maka mohon maaf, saya berani bilang bahwa tidak semua (orang) bisa menjadi penulis. Tabik.

Candu Medsos

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Candu medsos. Saya baru saja keluar dari salah satu grup WhatsApp (untuk selanjutnya disebut WA) tadi malam. Sebulan lalu, saya keluar dari dua buah grup WA. Sebenarnya, BBM dan WhatsApp disebut instant messenger, bukan medsos. Tapi, karena sekarang fungsinya sudah seperti media sosial, jadi tak salah kiranya saya sebut media sosial juga.



Saya juga berpikir kepingin menutup sementara akun Facebook. Rasanya, sejak saya aktif menjadi pengurus harian di beberapa komunitas (dan semua komunitas itu sudah pasti membuat Grup WA), rasanya ponsel jadul saya dengan RAM kecil ini sudah tidak kuat lagi dihujani Grup WA, seperti masyarakat Jakarta-khususnya Kepulauan Seribu-yang terus-terusan dihujani sembako di masa tenang Pilkada DKI lalu,  dan akhirnya yang ‘menghujani’ keok juga.

Sebagai penulis, saya merasa kini sudah sangat jarang sekali membaca. Padahal, membaca adalah amunisi penting bagi seorang penulis. Dulu, dalam satu bulan paling tidak saya bisa membaca empat buah buku. Berarti satu buku saya baca tuntas dalam seminggu. Sekarang, bisa baca satu buku dalam sebulan pun rasanya sudah prestasi. Parahnya lagi, aktivitas menulis pun-termasuk menulis di blog ini, sudah sangat jarang saya lakukan. Terakhir, saya menulis di blog ini satu bulan lalu dengan artikel ringan ini.

Memang, sebagai pekerja kreatif kita terkadang membutuhkan informasi dari media sosial, terutama Grup WA, terutama kalau ada perubahan jadwal dari acara yang kita ikuti. Tapi kalau sudah terlalu penuh, otak kita menjadi jenuh. Bahkan, presenter senior sekelas Sarah Sechan pun akhirnya menutup akun Instagramnya beberapa waktu lalu. Reza Rahardian malah tidak punya satu pun akun medsos resmi baik di Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya. Toh job mereka lancar-lancar saja. 

Kembali kepada saya yang sangat jarang menulis di blog lagi akhir-akhir ini (sibuk, cyin), rasanya saya perlu memaksa diri ini melakukan ‘diet medsos’ untuk mengurangi ‘lemak’ yang mengganggu dan hanya menyita waktu produktif saya. Selain juga melakukan diet untuk mengurai lemak tubuh. Yihaa! 

Akhir kata saya tuliskan, semoga Tuhan menjauhkan kita semua dari ‘iblis’ digital bernama candu medsos ini. Tabik.

FLP Reborn

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Forum Lingkar Pena (FLP) Kalbar adalah komunitas menulis pertama yang saya ikuti sejak 2008 sebagai anggota tidak aktif. Lima tahun setelah itu, saya kembali aktif dan diminta menjadi pengurus di Divisi Sastra dan Penerbitan FLP Kalbar, di bawah kepemimpinan Darwadi. Masa kepengurusan saya mestinya sudah harus berakhir 2016 lalu. Tapi karena kesibukan para pengurus, ditambah dua perempuan yang kebetulan menjadi pengurus inti di FLP Kalbar baru menikah, maka mau tidak mau FLP harus vakum untuk sementara waktu. Bahkan, milad FLP yang selalu rutin diadakan setiap bulan Februari setiap tahun, untuk 2016 lalu terpaksa absen.



Banyak sekali kenangan indah yang saya jalani selama tiga tahun bersama FLP Kalbar. Sebelum masuk di FLP Kalbar, saya adalah tipe penulis single fighter yang malang-melintang sendirian, mengirim cerita pendek (cerpen) ke semua media cetak yang saya tahu alamat email-nya. Saya bahkan sempat mengikuti sebuah grup menulis onlinedi Facebook. Waktu itu, saya bahkan belum punya laptop. Saya mengetik cerpen dan puisi menggunakan ponsel murah (non-android). Bisa ditebak, cerpen dan puisi saya penuh dengan kata yang disingkat. Alhasil, saya jadi bahan bully-an di grup.  Awalnya saya marah. Tapi, lama-kelamaan, justru saya jadikan grup itu sebagai test the water sebelum mengirim karya ke media cetak. Walhasil, setelah di ‘bantai’ di grup itu, cerpen-cerpen saya justru banyak dimuat di media cetak nasional.

FLP Reborn



Kembali ke judul di atas, setelah FLP Kalbar resmi vakum, saya mulai mencari berbagai wadah lain untuk menyalurkan hobi menulis. Berlabuhlah saya di berbagai komunitas yang mewadahi 16 subsektor kreatif, termasuk literasi di dalamnya. Saya pun diminta menjadi Ketua Subsektor Literasi (Kepenulisan dan Penerbitan) di Rumah Aktif, Kota Pontianak. Terakhir, saya juga ditunjuk sebagai Ketua Bidang Budaya dan Edukasi di Rumah Melayu Kalbar. saya juga menjadi mentor kelas novel di Kelas Menulis Enggang Khatulistiwa. Pokoknya sibuk deh.

Tapi, jauh di lubuk hati yang paling dalam (yaelah) saya sangat rindu bisa ‘kembali’ lagi ke FLP. Saya rindu FLP bisa re-born. Lahir kembali. Dan ternyata itu bukan hanya kerinduan saya seorang, tapi teman-teman lain juga. Kerinduan massal agar FLP re-born. Semoga niat baik kita semua dapat terwujud dalam waktu dekat. Aamiin.


Antara Aku dan Dia

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Sudut pandang dalam bahasa Inggris disebut Point of View (POV). Dalam cerita fiksi, POV dibagi 3, POV orang pertama tunggal atau disebut juga ‘aku’, POV orang ketiga tunggal (dia) dan orang kedua tunggal atau ‘kamu’. Karena yang terakhir itu sangat jarang digunakan, maka tidak akan kita bahas.



POV ‘aku’ dan ‘dia’ mempunyai kelebihan dan kekurangan. Apa saja perbedaan antara Aku dan Dia? Baiklah. Kita bahas POV ‘aku’ terlebih dahulu ya, SobatPreneur. Apa saja kelebihan POV ‘aku’ ini? menurut saya, kelebihan menggunakan POV ‘aku’ membuat pembaca lebih ‘masuk’ ke dalam cerita kita dan merasa seolah mereka adalah ‘si aku’ tersebut. Ini agak sulit jika kita menggunakan POV ‘dia’ atau nama orang/ tokoh.

Kekurangannya? Banyak. Pertama, penulisan ‘aku’ dalam bahasa Indonesia berbeda dengan penulisan ‘aku’ dalam bahasa Inggris yang sangat berbeda baik penulisan maupun pengucapannya. Kata ‘aku’ dalam bahasa Inggris bisa ditulis I atau I am jika menjadi subyek, Me jika di posisi obyek, My untuk menunjukkan kepemilikan misalkan my book, my pen, dan mine yang berarti milikku. Sedang dalam bahasa Indonesia hanya bisa ditulis dengan kata aku atau ku. Diganti dengan kata ‘saya’? wah, lebih parah lagi. Jika tidak hati-hati, dalam satu paragraf, akan terdapat ‘serangan’ aku seperti contoh berikut.

Aku baru saja naik ke kelas XI SMA. Di kelas barukuini, aku duduk sebangku dengan Yuna, temanku di kelas X dulu. Aku ditunjuk menjadi sekretaris di kelasku ini. Aku senang sekali. Akutak sabar menjalankan tugasku di kelas baruku ini. setiap jam istirahat tiba, aku dan ketiga teman se-gank-ku, Yuna, Tiar, dan Astrid, selalu jajan di kantin Mang Ujang. Akuselalu memesan menu favoritku, mi ayam.

Coba hitung, ada berapa kata ‘aku’ dan ‘ku’ dalam paragraf di atas? Parah, ya? Solusinya, kata aku tadi bisa kita buang atau diganti dengan kata ‘kami’.

Aku baru saja naik ke kelas XI SMA. Di kelas baru ini, akududuk sebangku dengan Yuna, teman di kelas X dulu. Aku ditunjuk menjadi sekretaris di kelas. Senang sekali. Rasanya tak sabar menjalankan tugas di kelas baru ini.  Selain Yuna, teman baru di kelas ini ada Tiar dan Astrid. Setiap jam istirahat tiba, kami berempat selalu jajan di kantin Mang Ujang.  Kami selalu memesan menu favorit bersama, mi ayam.

NB: batas toleransi maksimal kata yang sama, misalnya kata ‘aku’ ‘ku’ ‘dia/ ia’ atau ‘nya’ dan ‘pun’ dalam satu paragraf hanya boleh EMPAT.

Kedua,  jika menggunakan POV ‘aku’ maka semua cerita dalam karyamu, dikisahkan oleh si ‘aku’ itu. So, berhati-hatilah dalam menampilkan tokoh. Jika tokoh utama ceritamu adalah anak SD umur 6-9 tahun misalnya, akan terasa aneh jika ia fasih membahas masalah pelanggaran HAM, LGBT, kapitalisme, komunisme, perang dunia, politik, dan sebagainya. Kecuali jika ia benar-benar anak yang ‘istimewa’.

Next, kita masuk pada kekurangan POV ‘dia’. Sebagaimana kebalikan dari kelebihan POV aku, POV ‘dia’ sulit membuat pembaca larut dalam kisahmu. Sementara kelebihan menggunakan POV ini adalah:

Satu. POV ‘dia’ dapat dengan mudah kita ganti dengan nama orang atau ciri fisiknya. Contoh:
Yuna adalah siswa baru di SMA Tunas Bakti. Gadis berambut sebahu itu langsung menarik perhatian siswa lain di kelasnya. Setiap jam istirahat tiba, cewek berkacamata minus itu jarang keluar kelas. Dia lebih asyik membaca novel teenlit sendirian di bangku, sehingga kini seisi kelas sering menjuluki Yuna sebagai ‘teenlit girl’.

Dua. Berbeda, dengan POV ‘aku’, dalam POV ‘dia’, semua kisah dalam ceritamu, berdasarkan sudut pandang si penulis, bukan sudut pandang tokoh.  Sah-sah saja jika si penulis membuat tokoh utama anak SD ‘ajaib’ yang fasih membahas masalah pelanggaran HAM, LGBT, kapitalisme, komunisme, perang dunia, politik, dan sebagainya.


Tiga. Gampang berpindah POV. Ini berlaku jika tokoh utama lebih dari satu. Untuk lebih jelasnya, bisa dibaca di sini. Selamat membaca.

Merayakan Migrasi Tubuh

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Menari adalah proses merayakan migrasi tubuh. Saat menari, tubuh kita bergerak dan berpindah dari satu jejak ke jejak berikut. Bergerak. Maju. Tidak stagnan di satu tempat. Tubuh kita butuh hijrah ke tahap yang lebih maju, meski terkadang mundur satu langkah juga diperlukan untuk mengevaluasi kembali apa yang telah kita lakukan selama ini. Dalam menari, tubuhmu bergerak. Hijrah. Kadang terlihat gemulai, meski tak jarang bergerak lincah, jungkir balik tak tentu arah.


Menari adalah sebuah perayaan. Untuk merayakan migrasi tubuh. Tubuhmu. Tubuhku. Tubuh kita. Bersatu. Setubuh. Satu tubuh melebur bersama, menciptakan tarian semesta yang melanyutkan jiwa.


Lihatlah para penari itu. Mereka merayakan hidup. Ada yang sendiri, ada pula yang bergerombol dengan berbagai kostum yang membungkus tubuh mereka. Bergemuruh. Riuh.



Aku menyaksikan keriuhan itu dari jauh. Sore itu. Sekitar 200 penari tumpah ruah menjadi satu. Aku ingin mendekat, tapi sudah hampir Magrib. Di atas kepala, awan mendung memberi tanda sebentar lagi hujan. Selamat Hari Tari Sedunia. Sebagai penulis, kita memang tak bisa menari seperti mereka. Barangkali kita hanya  bisa ikut menarikan jari di atas keyboard laptop dan mengetik tulisan, yang semoga, dapat membawa perubahan yang lebih baik, minimal bagi diri sendiri. Bermigrasi. Hijrah.




NB: karena tak sempat memotret, semua foto saya ‘pinjam’ dari grup WhatsApp Rumah Aktif Pontianak.

Ritual Menulis

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Masing-masing penulis-termasuk blogger-pasti punya cara tersendiri dalam menulis. Biasanya, dalam menulis, terutama jika dikejar deadline, kita butuh ‘ritual’ khusus untuk menenangkan diri. Ada yang sengaja mematikan ponsel pintarnya agar tidak terganggu dengan ‘bising’nya percakapan media sosial dan instant messenger yang setiap detik berbunyi dan membuat kita jadi kepokepingin ngintip.



Saya sendiri punya ‘ritual’ sederhana saat menulis. Ponsel sangat jarang saya matikan, cukup di-silent saja. Sebaliknya, saya selalu minum kopi instan hangat dan memutar musik dari laptop. Musik sangat menenangkan jiwa ketika kita lelah berpikir untuk melanjutkan kata. Biasanya, saya menulis di ruang tamu rumah yang sunyi, karena tivi sudah saya matikan. Ketika benar-benar bosan, saya berhenti sebentar dari aktivitas menulis. Saya membaca, sembari ditemani musik. Membaca apa saja, mulai dari buku, sampai percakapan di media sosial dan grup instant messenger (BBM dan WhatsApp). Percaya tidak, kadang dari percakapan itu timbul ide segar untuk tulisan yang tengah kita buat. Itulah kenapa saya hampir tidak pernah mematikan ponsel, kecuali kalau baterainya ‘sekarat’, biasanya langsung saya matikan.


Saat tengah menulis, saya melakukannya di rumah, (sengaja) tanpa internet. Saya sangat jarang menulis di kafe, karena selain bising, juga koneksi internet membuat pikiran kita sering teralihkan. Kecuali kalau semua tulisan sudah kelar, langsung tancap gas ke kafe untuk wi-fi gratisan. Saat membuat tulisan ini pun, saya melakukannya di ruang tamu, ditemani lagu Adele Don’t You Remember. Saya sangat menyukai semua jenis musik, termasuk dangdut klasik (bukan dangdut pantura yang alemongitu) dan keroncong. Jenis musik yang bisa menyebabkan ‘iritasi’ bagi sebagian orang yang mendengarnya. Akhir-akhir ini, saya sangat suka mendengar lagu dangdut yang dibawakan kembali dalam versi jazz atau bossanova, seperti Keong Racun dan Sik-Asik yang memang lebih asyik dibawakan dengan aransemen jazz atau bossanova. Sudah ah, kok jadi ngelantur sih? Ya udah, deh. Sekian ritual menulis dari saya. SobatPreneur punya ritual khusus juga? yuk, berbagi di kolom komentar.




The Sounds of Silence

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Banyak kisah menarik saat saya berjuang 'melahirkan' novel pertama ini. Saat ini, naskahnya sudah 90% jadi. Tinggal diedit dikit. Novel ini saya beri judul The Sounds of Silence (Suara Keheningan). Judul itu diambil dari judul lagu lawas yang dipopulerkan duo penyanyi asal Jerman, Simon and Garfunkel. The Sounds of Silence juga menjadi subjudul dalam salah satu bab dalam naskah novel saya.



Naskah novel ini cuma sekitar 60 halaman A4. Kalo jadi buku, sekitar 120 halaman. Terdiri dari 6 bab. Masing-masing bab diberi judul dengan mengambil judul tembang lawas Barat.  Novel ini temanya lumayan sensitif, bercerita tentang perempuan Arab Ba’alawy di Indonesia dengan adat pernikahan endogaminya yang rada ribet. Saya mesti sangat berhati-hati sekali dalam menggarapnya.

Selama proses mengerjakan naskah novel ini, tentu saja saya harus sering mendengar lagu-lagu itu yang tersimpan rapi di ponsel agar lebih meresapi tulisan sendiri. Belum lagi mencocokkan arti dari lagu tersebut dengan cerita yang kita buat. Ketika disodorkan ke editor, diminta merombak di sana-sini. Tapi itulah proses. Nikmati saja.


Di bagian akhir masing-masing bab, tak lupa saya selipkan lirik lagu Barat tersebut agar pembaca dapat langsung nyambung. Semoga sebelum Lebaran nanti, naskah saya sudah naik cetak. Tak sabar rasanya ingin menimang ‘anak’ pertama.

Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Sehari sebelum memasuki bulan Suci Ramadhan, saya dan Shella Rimang, salah satu pengisi acara untuk Festival Pasar Rakyat 15-16 Juli 2017 nanti, meninjau Pasar Tengah dan Pasar Kapuas Besar, dua dari tiga lokasi kegiatan berskala nasional itu, yang tentunya juga akan mendapat liputan dari media nasional sekelas Koran Kompas dan Kompas TV, dan beberapa media nasional lainnya.

saya (berkaos putih) dan Shella (kaos hitam) di studio Lantai Empat TV


Shella adalah mahasiswi semester akhir di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak. Dia pernah saya ajak tampil di kanal Lantai Empat TV saat pameran Ekonomi Kreatif yang digagas oleh Rumah Muda Kreatif (RumAktif) Kota Pontianak bersama Pemerintah KOta Pontianak, bertempat di Pontianak Convention Center selama 4 hari, mulai 18-21 Mei 2017. pada hari terakhir pameran, saya dan Shella diwawancarai oleh host nyentrik Lantai Empat, Duo Lelaki Akhir Zaman. Shella yang dijuluki ‘Perempuan Puisi’ ini memang sangat terkenal di Kalbar, khususnya di kalangan sastrawan dan penyair Kalbar.

Kami bersama ketua panitia, Sugih Wiramantri, yang juga pegiat film, memantau lokasi di pasar terbesar dan terpadat di Pontianak itu. Di tengah panas yang menyengat, kami memarkir motor di Pasar Tengah, di bawah kanopi raksasa yang teduh, lalu berjalan kaki sembari mencoba menerobos sembrawutnya suasana pasar jelang Ramadhan besok. Truk-truk besar pengangkut sembako hilir mudik melewati jalanan berlubang. Motor, sepeda, dan pejalan kaki berebut melintasi pasar Kapuas Besar yang nyambung ke Pasar Tengah.

Work like you don’t need money. Love like yo’ve never been hurt. Sing like no one’s heard. And dance like no one’s watching.

Kami bertiga masuk ke dalam lorong Pasar Kapuas Besar untuk menuju ke Sungai Kapuas. Para pedagang berlalu lalang di lorong panjang dan sempit itu. Terdengar beberapa percakapan mengenai bawang putih yang langka akhir-akhir ini. Barangkali sengaja ditimbun jelang puasa. Di tepian sungai, kapal Bandong sudah penuh dengan orang dan barang untuk berlayar menuju daerah masing-masing. Di geladak kapal, penuh dengan berkarung-karung beras, minyak goreng, dan sembako lainnya hingga pakaian yang barangkali akan dijual di kampung mereka. Di dalam Bandong, sudah sesak dengan manusia. Ada beberapa buah Bandong yang bersandar di pinggiran sungai. Sebagian telah melaju membelah sungai.

Sungai penuh sampah. Di dekat selokan, berdiri beberapa rumah makan kecil. Mereka asyik makan siang sambil mendengar musik Gambus dari lapak penjual DVD musik bajakan tak jauh dari tempat kami bertiga berteduh dari panasnya sengatan matahari Khatulistiwa. Setelah puas melihat lokasi di Kapuas Besar, kami kembali ke Pasar Tengah. Sekali lagi, menerobos padatnya kendaraan dan manusia yang berlalu lalang memenuhi jalan penghubung antara Pasar Kapuas Besar dan Pasar Tengah. Saat kesulitan mengeluarkan motor dari parkiran yang padat, saya melihat si tukang parkir yang cuek dan tak mau membantu. Dengan kesal, saya melewatinya sambil mengomel tentang buruknya sistem parkir di pasar ini. Ya, benar. Saya sengaja ‘menghukumnya’ dengan tidak membayar parkir yang entah dikenakannya berapa ribu Rupiah itu.


Itulah kesan yang saya dapat di lokasi yang setelah Lebaran nanti akan menjadi pusat kegiatan berskala nasional. Berhubung hari ini kita sudah memasuki hari pertama di Bulan Suci Ramadhan 1438 H, izinkan saya mengutip judul buku antologi puisi Joko Pinurbo yang rada nyeleneh: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi. Tabik.

Mendamba Pemimpin Peduli Literasi

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Mendamba Pemimpin Peduli Literasi. Tahun 2018, setidaknya ada tiga pemilihan kepala daerah serentak di Kalimantan Barat, yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur, Pilkada Walikota Pontianak, dan Pilkada Bupati Kubu Raya. Untuk Kota Pontianak sendiri, mulai bertebaran baliho ukuran besar menampilkan wajah para kandidat yang  kini sebagian besar sudah ditertibkan Satpol PP.


Di luar hiruk-pikuk pencalonan Walikota Pontianak tersebut, ternyata di sisi lain, dunia literasi di Pontianak juga sedang menggeliat. Banyak bermunculan komunitas baca tulis di Ibukota Kalimantan Barat saat ini. Kegiatan bazar buku dan bedah buku aktif digalakkan. Beberapa penerbit baru, mulai bermunculan. Ini membuktikan, meski kemajuan teknologi semakin marak, ternyata masyarakat Kalbar-khususnya Pontianak, tidak melupakan kegiatan literasi. Banyak sekali penulis pemula dan para pencinta buku yang aktif mendaftarkan diri di berbagai komunitas baca-tulis itu. Beberapa buku hasil karya mereka juga memenuhi lapak-lapak di acara bazar buku dengan berbagai genre, mulai dari nonfiksi, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, novel, buku cerita anak, hingga cerita rakyat.

Di tambahkan berbagai event yang bertema atau melibatkan literasi di dalamnya, seperti Festival Pasar Rakyat 15-16 Juli nanti yang dimeriahkan oleh para pelaku ekonomi kreatif yang bergabung dalam Rumah Muda Kreatif (RumAktif) Kota Pontianak, serta Kalbar Book Fair September 2017 nanti, yang mana subsektor literasi RumAktif turut berpartisipasi memeriahkan ajang paling bergengsi bagi para pegiat literasi se-Kalbar ini.

Namun saat ini,  dunia literasi di Kalbar masih dihadapkan dengan dua kendala utama, pertama: semua penerbit di Kalbar masih berupa penerbit indi, belum ada satu pun penerbit mayor yang punya modal besar untuk membeli naskah penulis atau memberi royalti. Masalah lain yang dihadapi para penulis lokal di Pontianak adalah minimnya daya serap perpustakaan daerah-baik tingkat kota maupun provinsi-yang mau membeli buku lokal karya para penulis Kalbar. Perlu kebijakan dari kepala daerah langsung untuk menginstruksikan perpustakaan daerah dan rumah baca di Pontianak guna membeli buku-buku karya mereka. Tentu kepedulian calon pemimpin terhadap perkembangan dunia literasi di Kalbar menjadi pertimbangan sendiri bagi masyarakat-terutama para penulis lokal-untuk mencoblos mereka tahun depan. Semoga.

Dulu Nge-Band, Sekarang Bangun Startup

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Ternyata tidak mudah untuk selalu menulis di blog setiap hari. tapi, saya selalu berusaha istiqomah dalam menulis, meski harus di-rapel. Hari ini, Senin, 29 Mei 2017 bertepatan dengan 3 Ramadhan 1438 H. Saya mengirim berita ke Pemimpin Redaksi di Jakarta tentang MyAgro, startup company baru asal  Pontianak yang berhasil menjadi juara kedua dalam ajang Startup Insight  di Singapura. Kompetisi bergengsi itu diikuti oleh 3 negara; Singapura (Juara 1), Indonesia (Juara 2) dan Malaysia (Juara 3). Indonesia diikuti oleh beberapa kota seperti Pontianak, Batam, Jakarta, dan Surabaya.


Uray Tiar Fahrozi (kaos putih berkacamata) pemilik startup company MyAgro yang bergerak di bidang pertanian dan peternakan


anak muda sekarang-khususnya para lelaki-dulu sangat bangga jika bisa punya band bersama teman-temannya, apalagi jaman SMA dulu. Biar muka nggak cakep, otak nggak encer, dompet nggak tebal, asal punya band sendiri-apalagi menjadi vokalis, ditangggung cewek-cewek pada ngejar. Ya. Itu dulu, era 80-90 an. Tapi sekarang, apalagi tahun 2015 ke atas, para mahasiswa Indonesia, terutama anak IT, biar nggak kece, duit kost sering telat bayar, asal mampu bangun startup digital sejak kuliah, rasanya sudah bisa jadi modal buat presentasi di depan calon mertua. Jiahahahaha!


Lihatlah anak-anak muda Indonesia saat ini, mereka berebut mendirikan startup company kecil-kecilan bersama teman-temannya. Para anak muda kreatif itu kini begitu bangga bisa punya perusahaan digital company milik sendiri.Zaman telah berubah, yang dulu nge-band, sekarang bangun startup, bro!

Rezeki Anak Kost

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Saya memang tinggal di kota yang sama, tapi tidak serumah dengan kedua orang tua. Saya tinggal sendiri di rumah sudah hampir setahun belakangan. Saya seorang melankolis yang tidak menyukai keramaian. Cukup ditemani musik, kopi di pagi hari (kalau di luar Ramadhan), dan laptop untuk bekerja.  Sementara di rumah orang tua ramai sekali, karena serumah dengan abang saya yang sudah berkeluarga dan punya tiga anak. Ditambah anak angkat keluarga kami dan tukang masak satu orang.


Kalau rindu dengan ummi, saya menginap di rumah orang tua (tinggal serumah dengan abang). Biasanya, paling cepat satu malam. Alhamdulillah, hari ini saya ‘berhasil’ menginap semalam di rumah abang, di tengah kesibukan yang luar biasa. Saya senang sekali bisa tarawih bersama kedua orang tua dan anak angkat keluarga kami. Rencananya, saya kepingin menginap dua malam, tapi apa daya, panggilan tugas tak bisa dielakkan.

Alhamdulillah, sebelum pulang, saya dapat hibah berupa rice cooker dari abang. Rice cooker di rumah sudah lama rusak. Dapat bekal nasi yang sudah masak dan beras mentah, mi instan kaldu ayam dan telur serta lauk ayam saos tomat. Daappp. Ini baru namanya rezeki anak kost.

Insya Allah, setelah urusan kerjaan beres, Jum’at ini saya mau menginap lagi di rumah ortu, sekalian ziarah kubur bersama abang dan abah saya. Karena kadang, tinggal sendiri itu membosankan, ya? Nah, bagi para wanita mandiri seperti saya yang masih betah sendiri, dan jauh dari orang tua (baca: tidak tinggal satu kota), barangkali dapat memanfaatkan jasa seperti dalam foto di atas. Sileh.



Repotnya Mudik

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Hari ini saya akan tidur di rumah abang. Rencana dua malam, sekalian tarawih bersama kedua orang tua. Berhubung saya tinggal sendiri di rumah dan menikmati gaya hidup ala anak kost, untuk urusan ‘mudik’ ke rumah orang tua sendiri-tinggal serumah dengan abang-yang satu kota dengan saya, ternyata begitu merepotkan. Semua pintu dan jendela harus dikunci, belum lagi pagar harus dipastikan terkunci. Lampu luar harus dihidupkan. Segala yang berbau kabel listrik harus dilepas. Tas ransel dipadatkan dengan handuk, sikat gigi, dan baju untuk menginap.


Bayangkan, cuma menginap di rumah orang tua yang satu kota dan paling lama dua malam saja sudah begitu merepotkan. Saya tidak bisa membayangkan betapa repotnya mudiktahunan. Naik motor/ mobil berhari-hari, atau ngantri dan berdesakan di kapal laut, pesawat, kereta api, dan bus. Demi satu tujuan mulia, pulang ke kampung halaman.

Betapa dahsyatnya dorongan rasa rindu kepada orang tua dan sanak saudara di kampung halaman. Demi semua itu, orang rela menghabiskan waktu dan biaya demi sebuah kata: mudik. Demi mudik, segala cara ditempuh. Rela tidak jajan, agar bisa menabung untuk Lebaran. Sungguh luar biasa pengorbanan mereka.

Bicara soal mudik, tak lepas dari buruknya infrastruktur jalan di Indonesia, tradisi tambal-sulam tahunan di Jalanan Pantura, hingga pelayanan jasa transportasi yang belum layak, terutama di luar Jawa.  Seolah menafikan semua itu, umat Islam Indonesia tetap gigih mengupayakan segala usaha agar bisa mudik ke kampung halaman setiap Lebaran tiba. Salut! Oh ya, Jum’at besok, saya insya Allah mau 'mudik' lagi loh ke rumah ortu. Repot!




Menyongsong Pelatihan Menulis Skenario Film RumAktif Pontianak

$
0
0
EntrepreneurKreatif.com-Tidak terasa, hari ini, Kamis (1/6/2017) kita sudah memasuki hari ke-6 di bulan suci Ramadhan 1438 Hijriah. Alhamdulilah, target saya menulis artikel setiap hari di bulan Ramadan terpenuhi, meskipun terpaksa harus di–rapel karena berbagai alasan. Saat ini, saya tengah sibuk merekap data para peserta pelatihan menulis skenario film yang akan kami ajukan ke Bekraf RI. Total peserta 50 orang, terdiri dari peserta pria 24 orang, dan wanita 26 orang. Rencananya, pelatihan akan dilangsungkan awal Agustus selama dua hari, menginap satu malam di hotel. karena itulah, jumlah peserta harus genap, tidak boleh ganjil. Meskipun total 50 orang, tapi kalau ganjil, misalnya laki-laki 25 perempuan 25, otomatis bakalan ada 1 laki-laki yang tidur sekamar dengan 1 perempuan. Kalau sampai ketahuan Bekraf, waduh! Bahaya! SAYA BISA KENA GEBUK.




Saya benar-benar harus sangat teliti mengecek dan mencocokkan data peserta dengan naskah sinopsis  film yang telah mereka kirim. Lucunya, saat saya mengontak email beberapa peserta untuk meminta no ponsel/ WhatsApp mereka, tiba-tiba masuk email dari orang yang tidak dikenal dan tiba-tiba dia memberi nomor ponselnya. Lha? Ini siapa?

Saya menanyakan apa dia pernah mengirim sinopsis sebelumnya, karena namanya belum masuk database. Dia ngotot bilang sudah. Saya cek, tidak ada. Akhirnya, saya minta dia kirim ulang sinopsisnya, tapi tidak dibalas sampai sekarang. Ya sudah, saya masukkan saja namanya ke daftar peserta cadangan, kalau seandainya ada peserta wanita mendadak berhalangan hadir pas hari H, saya tidak perlu repot lagi. Ada juga peserta yang tidak mengirim nomor ponsel/ WhatsApp, saya tunggu tidak dibalas. Ya sudah, masuk cadangan.

Luar biasa sekali animo masyarakat Kalbar untuk mengikuti pelatihan menulis skenario film dari Bekraf ini. meskipun awalnya hanya 10 pendaftar dari target minimal 40 yang ditetapkan Bekraf. Saya sempat frustasi dan menghapus tenggat waktu (deadline) karena hingga batas waktu yang ditetapkan, naskah sInopsis yang masuk baru 7 buah. Piye iki?


Tapi Alhamdulillah, berkat promosi yang gencar, akhirnya perlahan mulai ramai yang tertarik mengirim sinopsis mereka. Skenario film memang barang langka di Kalbar ini. Saat ini industri perfilman di Kalbar mulai menggeliat. Di sisi lain, teman-teman sineas lokal kesulitan mencari penulis skenario. Karena itulah, Subsektor Literasi RumAktif Pontianak memandang sangat penting diadakan pelatihan penulisan skenario film, yang mana juga merupakan program unggulan dari Bekraf. Unggulan artinya diprioritaskan karena kebutuhan pelaku industri kreatif tanah air. Semoga, pelatihan penulisan skenario film yang diinisiasi oleh Subsektor Literasi-bekerjasama dengan Subsektor Film-RumAktif Pontianak berjalan lancar. Aamiin.

Sekian tulisan saya dalam Menyongsong Pelatihan Menulis Skenario Film RumAktif Pontianak. Jangan lupa komennya gan. Tabik.

Untung Ada Ratih

$
0
0


EntrepreneurKreatif.Com-Alhamdulillah kita sudah memasuki hari ke-7 di bulan suci Ramadhan 1438 H. Betapa sibuknya saya hari ini. Masih berhubungan dengan artikel sebelumnya, tapi hari ini lebih sibuk lagi. Bayangkan, sejak subuh saya sudah sibuk meng-cross check ulang data peserta pelatihan menulis skenario film. Ternyata ada data yang keliru. Ah, untung ada Ratih!

Ratih dan pasangan

Jam 5.30 pagi saya ngebut ke rumahnya, sebelum dia mengantar adiknya ke sekolah terus lanjut ke kantor. Ratih ini sangat mahir sekali untuk urusan administrasi, jago excel, pokoknya top dah! Setelah semua urusan genah, saya pulang ke rumah. Hilang sudah ngantuk dan segala niat untuk tidur. Dan segala urusan super ribet itu akhirnya beres sore ini. Thank You, Ratih, my dearest friend. Muach!

Cepat Meroket, Cepat Pula Tenggelam

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Cepat Meroket, Cepat Pula Tenggelam. Barangkali itu pantas ditujukan untuk Remaja asal Banyuwangi, Jawa Timur, Asa Firda Inayah alias Afi. Pemilik akun Facebook Afi Nihaya Faradisa ini dituding melakukan plagiarisme melalui tulisannya yang diunggah ke jejaring sosial Facebook miliknya. Tulisan berjudul 'Belas Kasih Dalam Agama Kita' itu dianggap mengutip tulisan Mita Handayani, yang disebut telah menulis pada 30 Juni 2016. 



Kepada Tribunnews, Afi sang pluralis sejati ini mengaku belum mengetahui tuduhan plagiarisme yang ditujukan kepadanya. Dia mengatakan belum membuka media sosial. Dan saat ini, akun Facebook milik pelajar SMA ini pun 'senyap'. Menurut berita yang dilansir dari tribunnews.com tanggal 1 Juni 2017, Mita Handayani justru membela Afi. Lha, makin bingung, kan?

Melihat perjalanan 'karir' anak ini yang sangat mengejutkan, wajar jika sebagian masyarakat melihatnya sebagai 'anak setingan' pihak tertentu. Tiba-tiba saja, tulisannya yang dianggap plagiat itu dibagikan ribuan orang di Facebook. Setelah saya baca, kok isinya agak gimana gitu. Lalu banyak yang membuat tulisan yang berbeda pandangan dengan Afi.

Beberapa media mainstream terutama media televisi yang selama ini dikenal pro pemerintah seperti Kompas TV dan Metro TV 'berebut' mengundang Afi ke studio mereka. Bak artis dadakan yang terlalu cepat meroket tanpa proses, akhirnya apa yang diramalkan banyak orang terjadilah. Di bulan suci Ramdhan ini, Allah menunjukkan kuasanya dengan merebaknya isu plagiat yang dilakukan anak ini.



Terlepas dari benar tidaknya tudingan plagiator terhadap dia, anehnya Bapak Joko Widodo malah ujug-ujug menjadikannya Duta Pancasila yang baru menggantikan si 'bebek nungging' Zaskia Gothik yang sempat dilantik Ketua MPR  RI sebagai duta Pancasila, sesaat setelah dia meminta maaf karena menghina dan tidak hafal Pancasila. 

Bahkan, Jokowi tak sungkan berfoto bersama si bocah yang sangat Pancasilais dan pluralis ini. Hebat! Bocah asal Aceh yang sangat berjasa bagi Indonesia dengan berhasil menemukan energi listrik dari pohon saja tidak diundang ke Istana dan tidak diajak wefie bareng Jokowi.

Yah, baguslah. Semoga Afi tidak menjadi bahan bully-an masyarakat yang sudah muak dengan segala setingan di negeri ini dengan menjadikan namanya sebagai akronim dari Anak Flagiator Indonesia. Walah!

Roti Cane Pakistan, Baba Turki, dan Samboza

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Sore itu, sepulang dari kelas menulis yang saya ikuti, saya melewati Jalan Sultan Abdurrahman (depan PCC), sembari mencari kudapan untuk berbuka puasa magrib nanti.  Di pojok jalan, saya melihat seorang bapak setengah baya menjual makanan khas Timur Tengah. Wajah si bapak yang mirip orang Turki atau Timur Tengah pada umumnya ini, membuat saya seperti sedang berada di luar negeri. Karena lupa menanyakan namanya, saya sebut saja ia Baba Turki. Hmm, ganteng juga ya, si baba Turki ini? Haha!



Si bapak menjual Roti Cane seharga Rp 5.000 dan Samboza Rp 2.500. Saya membeli Samboza untuk buka puasa. Samboza ini berbentuk segitiga-mirip canape-tapi kulitnya keras seperti korket. Dalamnya berisi kentang, daging sapi cincang, bawang bombay dan bumbu khas Timur Tengah yang spicy. Enak sekali dicocol dengan sambal botol, sebagai teman minum kopi instan yang sudah saya dinginkan di kulkas dari subuh tadi.







Terlahir sebagai keturunan Arab dari pihak ayah dan ibu sekaligus, tak heran jika sejak kecil saya sudah akrab dengan segala jenis hidangan khas Arab seperti roti cane dan nasi Kebuli, Setiap malam Lebaran, nenek saya almarhum, selalu membuat Roti Cane puluhan buah banyaknya. Roti Cane buatan nenek saya yang Arab asli dan bermarga sama dengan saya itu, sangat lembut dan ada sedikit rasa asin di kulit luarnya.

Waktu kecil, saya suka sekali makan Roti Cane dengan susu kental manis (SKM). Sebenarnya Roti Cane dimakan dengan kuah rempah-kami menyebutnya kuah Dalca-yang lumayan pedas. Karena saya waktu itu tidak tahan pedas, jadilah dicocol dengan SKM. Ternyata, kebiasaan itu masih terbawa hingga sekarang. Saya lebih doyan merata Cane dengan SKM dibanding dengan Dalca. Anggaplah itu 'warisan' masa kecil. 



Kalau agama adalah masalah pilihan hidup (buktinya banyak yang memilih berpindah agama yang berbeda dengan kedua orang tua mereka setelah dewasa) maka suku atau etnis adalah warisan atau qadarullah yang tidak kita minta dan tidak bisa kita ubah sampai kapan pun



Nah, kalau foto di atas ini juga salah satu makanan khas Timur Tengah yang dijual di salah satu rumah makan di Pontianak, namanya Nasi Briyani. Berasnya diimpor dari India, beras Brasmati namanya. Hmm, bikin lapar, ya?

Agama Itu Pilihan, Etnis Itu Warisan

$
0
0
EntrepreneurKreatif.Com-Beberapa hari belakangan, kita dihebohkan dengan tulisan anak SMA yang mengatakan bahwa agama adalah warisan yang tidak dapat diganti (masa' sih?) yang ternyata ketahuan bahwa tulisan itu adalah plagiat-meskipun yang bersangkutan mati-matian membantah. Saya tidak ingin berpolemik lebih jauh, tapi saya punya pendapat sendiri mengenai 'warisan'.

Bagi saya, agama itu pilihan, etnis itu warisan.

Kenapa? Ini terbukti, setelah dewasa, banyak orang yang merubah agamanya menjadi berbeda dengan agama yang telah diwariskan oleh kedua orang tuanya sejak dia bayi. Banyak faktor yang memengaruhi, di antaranya pernikahan, dan beberapa faktor lainnya yang tidak perlu saya bahas di sini.

Saya akan membahas etnis. Etnis berbeda dengan suku. Jika suku adalah asli Indonesia, seperti suku Melayu, Batak, Padang, Manado, dan lain-lain, maka etnis adalah keturunan asing yang telah berpuluh tahun menetap di Indonesia, lahir dan besar di negeri ini. Beberapa etnis besar yang kita kenal adalah keturunan (Indo) Belanda, Arab, Cina, Jepang, India, Pakistan, dan sebagian Portugal. Inilah 'warisan' yang sesungguhnya, 


bersama almarhumah nenek dari pihak ibu
Kita tidak minta lahir sebagai suku Jawa atau etnis Cina/ Tionghoa misalnya, tapi itu merupakan qadarullah, ketentuan dari Allah Swt yang meski berusaha mati-matian, tidak akan dapat kita ubah sampai kapan pun, melekat menjadi DNA yang kita bawa sampai mati.

Saya sangat bangga terlahir sebagai Indo Arab, dari kedua orang tua saya. Saya muslim Pancasila, lahir dan besar di Pontianak. Saya mencintai Indonesia dan bersyukur lahir di negeri ini. Kenapa? barangkali jika saya lahir dan besar di negara Timur Tengah yang budaya-bukan agama-nya rada ekstrim seperti Afghanistan atau Arab Saudi misalnya, yang mana aktivitas kaum wanita sangat dibatasi oleh negara, mungkin saya tidak bisa sekolah sampai perguruan tinggi, tidak boleh mengendarai motor dan bepergian seorang diri ke mana-mana.



Namun, sebagai etnis Arab, wajar jika saya sangat menggemari hidangan kuliner khas Timur Tengah seperti Nasi Kebuli, gulai kambing, samboza, dan  masih banyak sekali kuliner khas Arab yang super yummy itu, terutama saat Lebaran tiba. Namun, itu semua tidak membuat saya lupa akan Indonesia, tanah air beta. Saya muslim Pancasila pencinta ulama dan para habaib. Saya Nahdiyin sejati. Saya Indo Arab, eh Indonesia. Tabik.

Kerja Sesuai Minat = Hidup Melarat?

$
0
0
 EntrepeneurKreatif.Com- Hingga detik ini, saya tidak bisa tidak mengacungkan sepuluh jempol bagi para wanita yang merelakan dirinya untuk diperistri oleh para lelaki yang memilih untuk berprofesi tunggal sebagai seorang penulis puisi (penyair/ pujangga) atau menjadi pelukis. Kenapa? Karena hingga detik ini, saya sama sekali belum siap untuk itu. Kalau profesi sebagai pelukis atau penyair itu hanya sebagai profesi sampingan sih nggak masalah. Biasanya seorang  penyair pemula, profesi utamanya kalau nggak wartawan,  ya guru Bahasa Indonesia. Untuk pelukis biasanya profesinya sebagai seorang kartunis di surat kabar.



Tapi, percaya atau tidak, hanya sebagian kecil yang mempunyai profesi ganda. Biasanya para seniman seperti mereka terlalu idealis untuk berprofesi ganda. Pelukis terkenal seperti Jehan, alm.Affandi, alm.Basuki Abdullah, dan para penyair kawakan Indonesia macam alm.Rendra, alm.Chairil Anwar, hingga Taufik Ismail semuanya total mengabdikan diri pada profesi mereka masing-masing alias tidak nyambi kerjaan lain. Kecuali  penyair Agus R. Sarjono yang ‘nyambi’ jadi dosen jurusan Teater di STSI, Bandung. Dengan kenaifan saya, saya sempat berpikir, mau jadi apa ya kawin sama penyair? Makan puisi tiap hari? Halah!

Nggak kebayang gimana sulitnya keadaan ekonomi mereka di awal-awal meniti karir. Karena menggantungkan hidup dengan menjadi penyair dan pelukis berarti harus siap untuk hidup dalam ketidakpastian, terutama jika menyangkut materi aka DUIT. Kalau masih bujangan sih nggak masalah, tapi kalau sudah berkeluarga, mau dikasih makan apa anak istri? Mungkin itu pikiran sebagian orang, termasuk saya tentu. Saya bahkan salut luar biasa untuk para ayah yang merelakan anak perempuannya dinikahi oleh laki-laki yang total mengabdikan hidupnya untuk menulis puisi. Sungguh bukan sesuatu yang mudah karena menyangkut urusan perut.

Ramadan beberapa tahun lalu, saya pernah diajak seorang teman untuk berbuka puasa bersama di rumah-sekaligus Galeri-seorang pelukis terkenal di Kalbar. Profesi tunggal. Kebetulan setahu saya, beliau memang lulusan ISI Yogya. Karena penasaran, akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya kepada si pelukis. Ya. Pertanyaan yang sangat ‘kurang ajar’ ini, “Kok berani sih, abang mencari nafkah dengan menjadi pelukis?” kira-kira seperti itu pertanyaan saya. Sambil tersenyum dia bilang, “Rejeki itu kan sudah diatur Tuhan, Mbak. Alhamdulilah, hingga detik ini saya masih bisa menafkahi anak istri saya. Kaya itu, kan, relatif. Selama kita merasa cukup, berarti kita kaya.”  Kira-kira seperti itulah jawabannya. Agak lupa, soalnya sudah lama.
Rene Suhardono berulang kali menegaskan dalam bukunya, Your Job is NOT Your Career, bahwa kerja dan karir itu berbeda. Kerja hanyalah alat. Tidak lebih. Sedang karir adalah kehidupan profesional yang kita jalani. Kita dapat dipecat setiap saat dari pekerjaan kita, tapi tak satu orang pun yang dapat memisahkan kita dari karir yang kita jalani. Tapi, lagi-lagi otak kiri saya masih saja suka mencari-cari pembenaran. Iya, kalau perempuan sih enak, tidak dituntut untuk menafkahi keluarga, jadi bebas bekerja sesuai passion/ minat. Kalau suami? Aduh, jangan sampai deh. Kasihan keluarganya. Apakah Anda juga berpikiran seperti saya?
Di tengah kehidupan hedonis dan mental PNS-minded seperti sekarang ini, wajar kalau sebagian perempuan dan orang tua mereka berpendapat bahwa menikahi seorang pria berprofesi seperti di atas = hidup melarat. Dan memang, kalau mau jujur, di awal-awal karir mereka hal itu sangat terasa sekali. Di negeri ini, memperjuangkan passion = bertarung nyawa. Berapa banyak orang-orang yang nekat memilih menjadi penyair atau pelukis, yang harus menerima risiko diusir orang tua mereka dari rumah karena dianggap tidak punya masa depan? Almarhum Rendra adalah salah satunya.
Beberapa lelaki ‘malang’ yang saya kenal, pernah merasakan sakitnya diputusin pacar atau batal menikah karena sang calon mertua tidak siap punya mantu seniman. Apa yang mau dibanggain, coba? Mantu Bapak pelukis? Mau dikasih makan apa anak Bapak? Anak Ibu tunangan sama penulis puisi? Nggak ada yang lain, apa? Kenapa nggak dikawinin sama dokter aja atau artis sinetron? Duitnya banyak euy…

Ada pepatah setengah  jokes yang berbunyi : money is relative. The more money you have, the more relative you will get. Yihaa! Mungkin saya satu-satunya perempuan ‘bodoh’ di negeri ini yang tidak berminat menikahi seorang dokter. Saya juga nggak tahu kenapa. Mungkin karena saya merasa kalau ‘gelombang’ kami bakalan nggak nyambung. Tapi hingga detik ini, saya juga mungkin akan menolak jika ada seorang pria berprofesi sebagai penyair atau pelukis mendekati saya. Barangkali saya lebih memilih atlet, meskipun nasib atlet juga lumayan mengenaskan di negeri ini. Di negeri ini yang bisa benar-benar hidup enak cuma dua: kalo nggak anggota DPR ya koruptor. Setuju? Boleh kok beda pendapat. Halal.

Apakah bekerja sesuai minat = hidup melarat? Silahkan jawab sendiri

 Maka para pelukis dan/ atau penyair terkenal yang sekarang kita lihat di tivi hidupnya enak, punya Alphard, bahkan mungkin punya istri lebih dari satu (kenapa ya, kekayaan orang Indonesia selalu diukur dari jumlah istri? Kenapa nggak jumlah selingkuhan aja gitu) yakinlah bahwa di masa lalu mereka pun pernah merasakan sakitnya hidup dan beratnya memperjuangkan profesi sesuai minat mereka.

Dan jika ada dari mereka yang nekat mendekati saya, mungkin saya pun akan berkata kepada para pelukis dan/ atau penyair muda itu, sebuah penolakan halus yang saya kutip dari kalimat Penellope Cruz kepada Tom Cruise dalam film Vanilla Sky sebagai berikut : semoga kita akan bertemu lagi di kehidupan yang lain, ketika kita berdua telah menjadi kucing. Sekian.

Viewing all 390 articles
Browse latest View live